Kolom
Minggu, 10 Desember 2017 - 03:00 WIB

GAGASAN : Refleksi Pariwisata Solo 2013-2017

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - B.R.M. Bambang Irawan

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Selasa (5/12/2017). Esai ini karya B.R.M. Bambang Irawan, Kepala Pusat Studi Pariwisata Universitas Sebelas Maret dan dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sebelas Maret. Alamat e-mail penulis adalah brmbirawan@yahoo.com.

Solopos.com, SOLO–Publik pasti paham atraksi wisata kini menjadi andalan di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Kota Solo. Bila kita mengikuti informasi dari Internet dan media sosial, tak satu pekan pun yang kosong dari event.

Advertisement

Belum lagi–dalam konteks Kota Solo–terkadang masih ditambah eventdrop-dropan” dari provinsi paupun pusat. Ini menjadikan Solo makin padat event yang tidak jarang memberikan beban kerja ekstra bagi pemerintah kota maupun pemangku kepentingan pariwisata yang lain.

Membeludaknya event di satu pihak memberikan alternatif pilihan tontonan bagi wisatawan yang berkunjung ke Solo, namun di lain pihak kepadatan event juga membawa konsekuensi tersendiri bagi masyarakat. Beberapa pertanyaan muncul.

Apakah event pariwisata di Solo dirancang untuk menarik dan mendatangkan lebih banyak wisatawan ke Kota Solo?  Apakah aneka event pada lima tahun terakhir ini telah berhasil menarik lebih banyak wisatawan–terutama wisatawan mancanegara–berkunjung ke Solo? Bagaimanakah sebenarnya profil event pariwisata di kota Solo lima tahun terakhir ini?

Tulisan ini mencoba mengetengahkan jawaban pertanyaan ketiga, mengenai profil event pariwisata di Kota Solo lima tahun terakhir, dari 2013 hingga 2017. Gambaran keragaman event pariwisata dari waktu ke waktu ini penting, antara lain, untuk mengetahui jenis event apa saja yang disajikan di Kota Solo.

Catatan ini juga penting untuk mengetahui event seperti apa yang bertahan hingga lima tahun. Analisis ini juga penting untuk memahami basis perencanaan event di Solo sembari mendapatkan gambaran mengenai derajat inovasi dan kreativitas dalam menghadirkan event.

Selanjutnya adalah: Dari tahun ke tahun jumlahnya fluktuatif

Advertisement

Fluktuatif

Dari total 259 event yang digelar dalam lima tahun belakangan ini tampak bahwa dari tahun ke tahun jumlahnya fluktuatif. Pada 2013 ada 54 event, pada 2014 ada 46 event, pada 2015 ada 59 event, pada 2016 ada 45 event, dan pada 2017 ada 55 event.

Fluktuasi jumlah event antara lain disebabkan timbul tenggelamnya beberapa event  dengan berbagai sebab, antara lain event merupakan event  internasional ”drop-dropan” hanya pada tahun tertentu, ada juga event  yang memang diselenggarakan dua tahun sekali seperti Bamboo Biennale.

Ada pula event yang memang hanya diselenggarakan satu kali saja pada 2013, 2014, 2015, 2016, maupun 2017. Dari 38 event yang diselenggarakan hanya satu sekali saja sebagian besar memang diindikasikan sebagai event  yang tidak memiliki basis ide, desain, dan perencanaan yang baik.

Event tersebut antara lain Kemah Budaya (2013), Indonesia Mask Festival (2014), Suara Deling Festival (2015), serta  Festival Bengawan Solo (2015). Bila mengamati nama event, dari total 259 event selama lima tahun ternyata event sesungguhnya hanya 100.

Bila dikelompokkan menurut jenisnya pariwisata di Solo hanya memiliki tujuh event, yaitu festival (33 event), karnaval (tujuh event), olahraga (dua event), promosi wisata/MICE (16 event), religi (empat event), seni pertunjukan (29 event), dan upacara adat/tradisi (sembilan event).

Event festival merupakan event terbanyak selama lima tahun (33%), disusul berturut-turut seni pertunjukan (29%), promosi wisata (16%), upacara adat (9%), Karnaval (7%), religi (4%), dan olahraga (2%). Data membawa pesan bahwa festival, seni pertunjukan, dan event  promosi wisata/MICE merupakan jenis event  yang dominan di Solo.

Advertisement

Selanjutnya adalah: Dirancang atau kebetulan

Dirancang

Pertanyaannya, apakah ini memang dirancang demikian rupa atau sebuah kebetulan saja? Apabila memang dirancang, mestinya Dinas Pariwisata Kota Solo memiliki dasar yang jelas dan kuat, baik rencana pembangunan jangka menengah daerah, perencanaan strategus, maupun pertimbangan lain. Bila fenomena tersebut hanya sebuah kebetulan, hal ini menyiratkan masih lemahnya perencanaan event  pariwisata di Kota Solo.

Sinyalemen di atas dapat dikonfirmasi data berikutnya. Ternyata hanya 23 event  saja  dari 100 judul event  atau dari total 259 event dalam lima tahun yang diselenggarakan selama lima tahun berturut-turut. Artinya hanya sekitar 23% dari 100 judul event  selama  lima tahun atau hanya sekitar 8,9% dari total 259 event  yang bertahan sejak 2013 hingga 2017.

Dari 23 judul event yang terselenggara tiap tahun ternyata memberikan gambaran yang berbeda. Seni pertunjukan, festival, dan upacara adat merupakan jenis event  paling dominan yang diselenggarakan setiap tahun dengan prosentase masing-masing 34,8%, 26,1%, dan 17,4%.

Berikutnya event karnaval dan religi, masing-masing 8,7%, dan promosi wisata/MICE 4,3%. Jenis event  olahraga hanya dua dan tidak diselenggarakan tiap tahun. Ada pula dua event yang hampir sama tetapi judulnya berubah-ubah. Event ini adalah 1 Sura. Ada event Kirab Malam 1 Sura yang diselenggarakan tiap tahun.

Advertisement

Ada event 1 Sura Jimawal 1419 yang hanya diselenggarakan pada 2015 dan ada event Kirab Pusaka Dalem 1 Sura (Kirab Pusaka Pura Mangkunegaran) yang muncul pada 2017.  Event Solo Menari (20113, 2014, 2017) berubah menjadi Solo 24 Jam Menari pada 2015 dan 2016.

Data tersebut menguatkan indikasi bahwa proporsi jenis event yang ditampilkan di Kota Solo tidak berbasis pada perencanaan strategis tertentu, tetapi cenderung fenomena alami. Penting juga diketahui bahwa sumber pembiayaan event pariwisata di Solo tidak semuanya dari APBD kota Solo.

Selanjutnya adalah: Dana APBD tidak semuanya dari Dinas Pariwisata

Dinas Pariwisata

Dana APBD tidak semuanya dari Dinas Pariwisata. Ada event yang dibiayai dinas lain sehingga pembiayaannya juga dari dinas pengusul event tersebut. Data menunjukkan event pariwisata yang dibiayai APBD Kota Solo rata-rata sekitar 80% pada 2013-2017. Event yang pendanaannya bersumber non-APBD atau pihak swasta/masyarakat adalah sekitar 20%.

Angka ini menunjukkan Pemerintah Kota Solo masih menjadi pemain utama event pariwisata di Kota Solo, tetapi peran swasta/masyarakat dalam membiayai event di Kota Solo sudah mulai tampak kendati porsinya cenderung stagnan.

Advertisement

Berangkat dari data di atas tampaknya masih banyak pekerjaan Pemerintah Kota Solo, dalam hal ini Dinas Pariwisata. Ada beberapa masukan yang penting. Pertama, event pariwisata perlu dikembalikan ke dua esensi utama dari karakteristik atraksi wisata, yakni keunikan dan keautentikan.

Dua karakteristik inilah yang akan mampu membuat diferensiasi produk event pariwisata yang memang berbeda dengan daerah lain. Keunikan dan keautentikan juga dapat dijadikan basis evaluasi sustainabilitas sebuah event.

Kedua, urgensi menerapkan manajemen perencanaan strategis pariwisata di Kota Solo. Hal ini penting mengingat tujuh jkategori event di Solo membutuhkan penajaman produk, skala prioritas, serta derajat laku di pasar.

Selanjutnya adalah: Perencanaan strategis dibutuhkan

Strategis

Perencanaan strategis dibutuhkan ketika beberapa event yang berbasis adat/tradisi yang waktu penyelenggaraannya didasarkan pada kalender Jawa sehingga order atau urutan jadwal pelaksanaannya tidak mengganggu event yang lain. Tahun depan tambah ramai oleh event yang diselenggarakan tiap-tiap kelurahan.

Advertisement

Ketiga, mengingat sejak awal 2017 terbentuk Dinas Kebudayaan maka penting untuk melakukan koordinasi dan sinergi dalam berbagai program yang memang berinterseksi satu sama lain. Koordinasi dan sinergi kerja dan program antara Dinas Pariwisata dan Dinas Kebudayaan mutlak dikedepankan mengingat hampir semua event pariwisata di Kota Solo bahan dasarnya adalah kreativitas yang berbasis budaya lokal, terutama yang berbasis warisan budaya tak benda.

Urusan budaya sebagai bahan dasar atau sumber daya event tersebut dikelola oleh Dinas Kebudayaan. Kualitas sebuah event pariwisata dapat menjadi cerminan baik tidaknya pengelolaan budayanya. Refleksi event pariwisata hanyalah satu dari banyak indikator yang dapat dipakai mengevaluasi kinerja event pariwisata di Kota Solo.

Sebagai sebuah indikator, refleksi event pariwisata tentu saja juga banyak menyimpan data dan informasi baik yang tersirat maupun yang tersurat tentang kisah perjalanan event dari waktu ke waktu.

Pada tahun-tahun mendatang barangkali dengan refleksi ini Kota Solo dapat merencanakan menulis kisah perjalanan event pariwisata yang makin baik sehingga pertanyaan apakah event pariwisata telah berhasil menarik lebih banyak wisatawan–terutama wisatawan mancanegara–berkunjung  ke Solo segera bisa mendapatkan jawaban.

 

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif