Soloraya
Kamis, 7 Desember 2017 - 20:35 WIB

Bursa Botohan Hari H Pilkades Sragen Tembus Rp1 Miliar Lebih

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga memasukan surat suara saat mengikuti pencoblosan di TPS 13, Perumahan Margosari, Desa Puro, Karangmalang, Sragen, Rabu (6/12/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Botoh yang muncul saat pemilihan kepala desa (Pilkades) di Sragen belum bisa dihapus.

Solopos.com, SRAGEN — Pilkades Sragen digelar serentak Rabu (6/12/2017). Bursa botohan saat hari coblosan tembus lebih dari Rp1 miliar.

Advertisement

Dua cangkir kopi hangat menemani perbincangan Solopos.com, dengan HR, 54, seorang botoh pemilihan kepala desa (pilkades) kursi kayu sepanjang lima meter di depan rumahnya.

Dua buah ponsel tergeletak di depannya. Ponsel Android sering bergetar karena ada pesan masuk dan panggilan. Perbincangan Solopos.com dan HR sering terputus ketika ada panggilan masuk.

Pur 250 suara wani. Jelas memang wetan [timur]. Bedowo masuk, 100 suara. Karang kui ga isoh dicekel [tidak bisa dipegang]. Kamponan isoh [bisa],” ujar HR saat berbincang dengan seseorang di ujung ponselnya, Rabu (6/12/2017).

Advertisement

HR menjelaskan pemetaan dan peluang suara di wilayah Desa Kedungupit Kecamatan Sragen Kota dan Desa Jetak Kecamatan Sidoharjo, Sragen, yang menjadi ajang permainan botoh pada pilkades serentak 2017 ini. Ada 10 desa yang menggelar pilkades serentak pada Rabu kemarin.

“Hari ini [kemarin], saya di rumah saja. Kalau keluar ya bahaya. Saya sudah jadi TO [target operasi] polisi,” ujarnya dengan penepon lainnya.

Pantau Keadaan

HR sempat didatangi aparat dari kepolisian dan TNI di kediamannya beberapa waktu lalu. Sebagai botoh yang berpengalaman, ia tidak mungkin terlibat langsung dalam permainan botoh. Ia hanya memantau dari kejauhan tentang hasilnya.

Advertisement

Sejak H-1, Selasa (5/12), HR sudah bisa memprediksi kemenangan calon kepala desa (cakades) tertentu yang dijagokan. Untuk upaya itu, HR pun sudah membagi-bagikan uang lewat orang-orang kepercayaan yang ditanam di setiap desa untuk mengondisikan warga pemilih kea rah cakades yang diingini botoh. (Baca: Hasil Pilkades Sragen)

Botoh yang masuk ke Kedungupit dan Jetak itu berasal dari luar daerah, seperti Pati, Ngawi, Madiun, Grobogan, dan Karanganyar.

Tembakane [tembakannya] berbeda-beda agar pilihan warga bisa berubah pada hari H. Bagi-bagi uang itu kami lakukan mulai waktu Asar pada Selasa kemarin hingga mau nyoblos ke TPS [tempat pemungutan suara] pada hari ini [Rabu]. Kalau di Kedungupit itu sebar uang merata Rp200.000/orang untuk calon yang diingini botoh. Kalau untuk di Jetak cukup hanya Rp100.000 per orang karena tipe warga di Jetak berbeda,” ujarnya.

HR melihat dua tipikal warga yang berbeda di dua desa tersebut. Tipikal pilihan warga di Desa Kedungupit masih bisa dipengaruhi berdasarkan nilai rupiah. Sementara pilihan di Desa Jetak di mata HR cenderung mengarah ke massa militan ke calon tertentu.

Advertisement

“Ketika botoh menyebar uang Rp100.000/orang sementara dari pihak lawan menyebar sampai Rp200.000/orang ternyata pihak lawan itulah yang tidak mendapat suara signifikan,” ujarnya.

HR dan teman-teman botohnya dari luar daerah tertarik bermain di dua desa itu karena para cakadesnya sama-sama berani bertarung. (Baca: Bupati Curigai Transaksi Miliaran Rupiah)

“Beberapa hari lalu masih peredaran uangnya masih Rp400 juta. Pada hari H ini, bursa botohan sudah di atas Rp1 miliar, khususnya di Kedungupit. Kalau di Jetak hanya berkisar Rp900 jutaan,” kata HR.

HR sudah memprediksi pada saat masih proses pencoblosan, perolehan suara di Kedungupit lebih unggul Eko Hartadi daripada Suryanto dengan selisih 400 suara ke atas.

Advertisement

Berdasarkan perolehan suara sementara hasil pilkades Kedungupit dari Bagian Pemerintah Desa Setda Sragen, Eko Hartadi memperoleh 2.066 suara dan Suryanto mendapat 1.783 suara sehingga selisih 283 suara.

Artinya, prediksi botoh kali ini meleset. Kendati demikian botoh bisa mengubah keadaan di Kedungupit yang sebelumnya sama-sama kuat dengan prediksi selisih suara tipis.

Baca Selanjutnya: Perolehan Suara

Perolehan Suara

HR juga memprediksi selisih perolehan suara antara Siswanto dan Kusyanto di Jetak mencapai 400-an suara. Data perolehan suara sementara dari Bagian Pemerintahan Desa Setda Sragen menyebutkan Kusyanto mendapat 1.910 suara dan Siswanto mendapat 2.384 suara atau selisih 474 suara. Prediksi botoh untuk perolehan suara Desa Jetak benar.

Advertisement

“Pemetaan suara di pilkades lebih sulit daripada di pemilihan bupati, gubernur, dan presiden. Di pilkades, satu orang bisa berubah pilihan dalam hitungan menit karena semua calon berebut suara. Kalau pemilihan bupati ke atas tidak sampai seperti itu,” ujarnya. (Baca: Botoh Bermain Miliaran Rupiah Berputar di Desa Ini)

Selama pencoblosan sempat terjadi dinamika yang mengarah pada politik uang. Kanit IV Sosial Budaya Satuan Intelijen dan Keamanan Polres Sragen Ipda Rudi mewakili Kasat Interkam Polres Sragen AKP Yun Iswandi dan Kapolres Sragen AKBP Arif Budiman mendapat laporan adanya indikasi surat suara warga diganti dengan uang Rp50.000 di Dukuh/Desa Sunggingan, Kecamatan Miri, Sragen. Pertukaran surat suara dan uang itu, kata dia, terungkap saat proses pencoblosan.

“Pemilih surat suara datang ke TPS [tempat pemungutan suara] tetapi tidak membawa surat undangan. Saat ditanya dimana surat undangannya, pemilih itu mengaku diminta oleh warga lain dan diganti uang Rp50.000. Kasus tersebut sempat dimediasi oleh pihak panitia desa tetapi tidak ada titik temu. Akhirnya kasus itu diserahkan kepada pihak berwajib,” tuturnya.

Terpisah, Kabag Pemerintahan Desa Setda Sragen Suhariyanto mengatakan tingkat paritisipasi pemilih dalam pilkades berkisar 63,98% sampai 85%. Partisipasi pemilih terendah terjadi di Desa Ngrombo Kecamatan Plupuh dengan dua calon kepala desa yang berstatus pasangan suami istri (pasutri).

“Tingkat partisipasi tertinggi terjadi di Desa Doyong, Miri, dengan angka partisipasi mencapai 85%. Selain di Doyong, partisipasi tinggi juga di Jetak Sidoharjo. Masyarakat di dua desa itu ingin mewujudkan kedaulan rakyat dan perubahan serta kemajuan desa ke depan. Banyak kaum boro pulang kampung hanya untuk ikut coblosan,” tambahnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif