Soloraya
Rabu, 15 November 2017 - 20:35 WIB

Kejari Klaten Temukan Indikasi Penyimpangan Pengelolaan Dana Desa

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (istimewa)

Kejari Klaten masih menemukan adanya indikasi penyimpangan dalam pengelolaan dana desa.

Solopos.com, KLATEN — Kejaksaan Negeri (Kejari) Klaten mengingatkan pemerintah desa (pemdes) agar tak main-main dalam pengelolaan keuangan desa termasuk dana desa dari pemerintah pusat.

Advertisement

Peringatan itu disampaikan lantaran masih ditemukan indikasi penyimpangan dalam pengelolaan keuangan yang salah satunya bersumber dari dana desa. Kepala Kejari Klaten, Zuhandi, mengatakan tim Kejari sudah memonitori dan evaluasi (monev) ke 26 desa di 26 kecamatan yang dipilih secara acak. (Baca: Kelola Dana Desa, Kades  Klaten Tertekan Diawasi Banyak Instansi)

Monev itu sebelumnya sudah dikoordinasikan dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinpermasdes) Klaten. Dari hasil monev, tim Kejari menemukan penyimpangan pengelolaan keuangan desa.

Advertisement

Monev itu sebelumnya sudah dikoordinasikan dengan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Dinpermasdes) Klaten. Dari hasil monev, tim Kejari menemukan penyimpangan pengelolaan keuangan desa.

Penyimpangan itu seperti indikasi penggunaan nota fiktif. Modusnya sudah memiliki nota kuitansi kosong dari beberapa toko. Ada indikasi aparatur desa mengisi sendiri nota-nota yang sudah dikumpulkan.

“Kami menemukan kuitansi yang cap tokonya berbeda-beda. Namun, penulis kuitansinya sama dari tulisan yang dibuat,” kata Zuhandi saat sosialisasi Perpres No. 87/2016 tentang Satgas Saber Pungli di Pendopo Pemkab Klaten, Rabu (15/11/2017).

Advertisement

Zuhandi menuturkan peringatan atas temuan-temuan penyimpangan pengelolaan keuangan desa tak hanya berlaku bagi desa yang menjadi sasaran monev. Temuan itu menjadi peringatan bagi 391 desa di Klaten agar mengelola keuangan desa sesuai aturan. Kejari meminta pemdes segera melakukan perbaikan. (Baca: Antisipasi Penyimpangan, Kades Dilarang Bawa Uang Desa)

“Kami arahkan untuk perbaikan karena tahun anggaran juga belum berakhir sehingga masih memiliki kesempatan untuk perbaikan. Kami lebih arahkan ke tindakan pencegahan,” katanya.

Jika masih ditemukan penyimpangan di akhir tahun anggaran, Zuhandi mengatakan bisa diproses hukum. Ia mencontohkan pembuatan nota fiktif masuk indikasi pidana lantaran ada niatan untuk melakukan.

Advertisement

Kapolres Klaten, AKBP Juli Agung Pramono, mengatakan penggunaan nota fiktif berpotensi terjadi penyelewengan anggaran. “Jika tidak diingatkan padahal yang namanya manusia itu tempatnya salah dan lupa. Terkadang lupanya sengaja dan pura-pura lupa. Kalau nota fiktif itu kan sudah modus karena ada niat untuk melakukannya,” kata Agung.

Agung menjelaskan kepolisian dan kejari memiliki tugas yang sama dalam pengawalan dana desa. Pengawalan dimaksudkan mencegah penyelewengan.

“Intinya kami mengingatkan mereka sebagai pemegang keuangan agar dalam pembelanjaannya tidak menyimpang sesuai dengan RAB. Sepertinya rekasa, tetapi kan uangnya bukan untuk bancakan tetapi untuk membangun desa,” urai dia.

Advertisement

Agung mengatakan di Klaten terdapat 265 Bhayangkara Pembina Ketertiban dan Keamanan Masyarakat (Bhabinkamtibmas). Jumlah itu belum sepadan dengan jumlah desa di Klaten sebanyak 391 desa. Namun, Agung menegaskan pengawalan dan pendampingan ke desa tetap dioptimalkan dengan personel yang ada.

Berikut delapan temuan indikasi penyimpangan pengelolaan keuangan desa dari hasil monev Kejari Klaten:
1. Tidak sinkron rencana kerja pemerintah desa dengan APB desa
2. Sebagian besar administrasi laporan pertanggungjawaban (LPj) penggunaan dana desa tahap I belum siap yang menjadi syarat pengajuan pencairan dana desa tahap II
3. Pencairan dana desa dilakukan secara gelondongan tidak dilakukan melalui mekanisme surat permintaan pembayaran panjar
4. Sebagian besar pemdes memiliki nota kuitansi kosong dari beberapa toko yang harga dan nominalnya diisi sendiri oleh pemdes dari hasil temuan nota dan kuitansi yang cap tokonya berbeda-beda tetapi penulis sama
5. Tidak ada penunjukkan pelaksana kegiatan oleh kepala desa
6. Pemerintah desa belum memahami aturan pengadaan barang dan jasa contohnya kegiatan dilaksanakan oleh pihak ketiga namun dalam LPj dilaporkan swakelola dan tidak dilakukan pemeriksaan hasil pekerjaan
7. Tim pengelola kegiatan tidak berjalan sesuai tupoksi
8. Masih ada kepala desa yang bertindak sendiri (one man show). Keuangan dibawa dan dikelola sendiri

Sumber : Kejari Klaten.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif