Soloraya
Senin, 13 November 2017 - 12:15 WIB

DPRD Klaten Usulkan Raperda Inisiatif tentang Gelandangan dan Pengemis

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi PGOT

Komisi IV DPRD Klaten mengusulan raperda tentang gelandangan dan pengemis.

Solopos.com, KLATEN – Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Klaten menyiapkan usulan penyusunan rancangan peraturan daerah (Raperda) tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis. Usulan penyusunan raperda inisiatif dilakukan salah satunya untuk mengantisipasi masuknya gelandangan dan pengemis dari luar daerah ke Kabupaten Bersinar.

Advertisement

Ketua Komisi IV DPRD Klaten, Edy Sasongko, mengatakan kajian untuk usulan raperda inisiatif sudah dilakukan melalui studi banding, kajian hukum, serta konsultasi publik dengan beberapa organisasi perangkat daerah (OPD) dan tokoh masyarakat.

“Ini baru tahap awal. Hasil kajian disampaikan pada rapat paripurna, Senin [13/11/2017]. Kemudian Pimpinan DPRD menyerahkan ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah dan nanti pembahasan raperda melalui pansus panitia khusus,” kata Edy, Sabtu (11/11/2017).

Advertisement

“Ini baru tahap awal. Hasil kajian disampaikan pada rapat paripurna, Senin [13/11/2017]. Kemudian Pimpinan DPRD menyerahkan ke Badan Pembentukan Peraturan Daerah dan nanti pembahasan raperda melalui pansus panitia khusus,” kata Edy, Sabtu (11/11/2017).

Edy menuturkan gelandangan dan pengemis kerap ditemui di kawasan jalan raya Solo-Jogja serta wilayah perbatasan seperti Prambanan. Para gelandangan dan pengemis itu diperkirakan berasal dari luar daerah yang sudah menerapkan perda penanggulangan gelandangan dan pengemis. Jika tak segera ada payung hukum, keberadaan gelandangan dan pengemis dikhawatirkan semakin banyak.

“Jogja dan Solo sudah memiliki perda itu. Kami tidak ingin Klaten menjadi pusat gelandangan dan pengemis karena buangan dari daerah lain yang sudah menerapkan perda tersebut,” ungkapnya. (baca: Pembahasan 5 Raperda di DPRD Klaten Macet Ini Sebabnya)

Advertisement

“Penanggulangannya itu untuk mengangkat derajat agar tidak kembali menjadi gelandangan serta pengemis,” urai dia.

Soal sanksi, Edy menjelaskan dari hasil studi sanksi bisa diterapkan sanksi bagi orang yang diketahui menjadi koordinator gelandangan dan pengemis maksimal enam bulan penjara dan denda Rp50 juta.

Para pemberi uang ke gelandangan dan pengemis bisa dijerat satu pekan penjara dan denda Rp1 juta. “Sanksi itu merupakan sanksi maksimal yang boleh diterapkan melalui perda,” ungkapnya.

Advertisement

Pemberlakuan sanksi dinilai efektif mengurangi gelandangan dan pengemis. Edy mencontohkan seperti penerapan Perda tentang Penanganan Gelandangan dan Pengemis di DIY.

“Sebelum ada perda setiap hari 80-100 pengemis beroperasi di kawasan Malioboro. Namun, setelah diterapkan larangan memberi, kawasan Malioboro bersih dari gelandangan dan pengemis,” kata dia.

Lebih lanjut, Edy mengatakan Perda tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis ditargetkan rampung pada 2018. “Setelah perda ditetapkan tentu nanti ada sosialisasi. Soal sanksi, penerapannya tidak gegabah. Harus ada sosialisasi yang intentif ke tokoh agama serta tokoh masyarakat,” ungkapnya.

Advertisement

Kepala Satpol PP Klaten, Sugeng Haryanto, mengatakan Satpol PP selama ini dilibatkan terkait kajian usulan raperda inisiatif oleh Komisi IV DPRD Klaten.

“Rencananya sanksi yang diatur itu untuk pengemis atau gelandangan bisa dituntut tiga bulan penjara dan denda Rp50 juta. Pekerjanya bisa dikenai sanksi enam bulan penjara dan denda Rp50 juta. Soal penuntutannya itu masuk ranahnya kejaksaan,” ungkapnya.

Sugeng mengatakan Klaten diapit oleh dua kota besar yakni Jogja dan Solo. Potensi munculnya gelandangan dan pengemis cukup besar apalagi setelah dua kota tersebut menerapkan perda tentang penanganan gelandangan dan pengemis.

Advertisement
Kata Kunci : Dprd Klaten Perda Klaten
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif