Soloraya
Senin, 23 Oktober 2017 - 20:35 WIB

KERATON SOLO : Tertutup, Kediaman Putri Raja Disebut Sudah Jadi Sarang Ular

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para penari Bedaya Ketawang menari selama sekitar 30 menit dalam Tingalan Jumenengan Sinuhun PB XIII di Keraton Solo, Sabtu (22/4/2017). (Ivan Andimuhtarom/JIBI/Solopos)

Kondisi kediaman putri Raja Keraton Solo dinilai sudah tak layak huni dan jadi sarang ular.

Solopos.com, SOLO — Kompleks kediaman putri Raja Keraton Solo atau Keputren dinilai sudah tidak layak untuk dihuni. Sejak konflik April lalu, Keputren tak lagi terawat.

Advertisement

Gambaran soal kondisi Keputren terkini mencuat setelah kejadian “pengusiran” Sriyatun, pembantu putri Raja Keraton Solo, G.K.R Timoer Rumbai Kusuma Dewayani, Rabu (18/10/2017). Rumbai bersama G.R.Ay. Koes Moertiyah atau Moeng sempat mengabadikan kondisi keputren dalam sebuah video saat mendatangi Keputren, Rabu lalu.

Sayangnya, saat dimintai salinan video atau foto tersebut, Rumbai menolak memberikan kepada Solopos.com karena suatu alasan. “Yang jelas sangat memprihatinkan karena di samping sampah daun dari pohon-pohon yang banyak di Keraton dan sudah menumpuk, Keputren kini seperti diselimuti debu. Tanaman liar atau rumput di halaman Keputren sudah tinggi, jadi sudah tidak layak lagi kalau disebut istana,” kata Rumbai saat berbincang dengan Solopos.com, Senin (23/10/2017).

Advertisement

Sayangnya, saat dimintai salinan video atau foto tersebut, Rumbai menolak memberikan kepada Solopos.com karena suatu alasan. “Yang jelas sangat memprihatinkan karena di samping sampah daun dari pohon-pohon yang banyak di Keraton dan sudah menumpuk, Keputren kini seperti diselimuti debu. Tanaman liar atau rumput di halaman Keputren sudah tinggi, jadi sudah tidak layak lagi kalau disebut istana,” kata Rumbai saat berbincang dengan Solopos.com, Senin (23/10/2017).

Rumbai yang juga Wakil Pengageng Keputren (berdasarkan kelembagaan lama Keraton Solo) sangat menyayangkan kondisi tersebut. Dia sangat menentang kebijakan ayahnya, Paku Buwono (PB) XIII, yang tak mau membuka akses Keputren.

Sejak konflik April lalu hingga ada perjanjian perdamaian, Keputren tetap dikosongkan. Rumbai mendorong ada gerakan dari masyarakat yang peduli Keraton Solo termasuk meminta pemerintah segera mengambil alih pengelolaan keraton.

Advertisement

Kondisi Keputren yang dinilai tak layak huni juga diakui PB XIII melalui juru bicaranya, Ferry Firman Nurwahyu. Bahkan, Ferry menyebut Keputren tak ubahnya sarang ular. “Ya, memang menurut kami itu sudah tidak layak huni. Banyak ularnya lo di sana sekarang,” kata Ferry.

Tanggapan dari Ferry ini pun membuat Rumbai geram. “Lha kalau sudah tahu seperti itu kenapa tidak dibersihkan? Abdi dalem saya yang bersih-bersih juga malah mau dikeluarkan [dari Keputren],” tutur dia.

Rumbai hanya menegaskan Keraton Solo bukanlah milik pribadi PB XIII. Dari undang-undang hingga SK menyebut PB XIII hanya pimpinan di Keraton bukan yang memiliki Keraton. Menurut dia, Keraton Solo sudah menjadi cagar budaya peringkat nasional yang wajib dijaga dan dilestarikan baik fisik dan nonfisiknya.

Advertisement

“Seluruh rakyat Indonesia khususnya masyarakat Solo wajib melestarikan Keraton, bukan hanya oleh keturunan raja. Kalau rusak atau sengaja dibiarkan oleh pemimpinnya, apa masyarakat Indonesia dan Solo juga akan membiarkan dan mengamini keadaan seperti ini?” papar Rumbai.

Ferry menjelaskan penutupan akses ke keputren dan lembaga adat lain di Keraton termasuk Sasana Pustaka berkaitan dengan rencana revitalisasi kawasan keraton. “Memang Keputren tidak layak ditinggali. Tapi itu kan yang belum dijamah revitalisasi dari Kementerian PU. Di keraton ini banyak yang lebih parah dari keputren.”

Menurut dia, anggaran dari negara untuk merevitalisasi Keraton sangat terbatas. PB XIII tak bisa memaksakan agar semuanya diperbaiki dalam waktu yang bersamaan.

Advertisement

“Cuma yang harus jadi perhatian, dalam perjanjian perdamaian antara PB XIII dengan adik-adiknya yang dibuat Juni lalu, pasal 16 itu bunyinya begini, setiap gusti-gusti itu ketika akan memanfaatkan fasilitas di Keraton harus seizin PB XIII. Sekarang tidak bisa seenaknya menyelonong masuk, kalau tiba-tiba masuk dipatok ular bagaimana? Siapa yang mau disalahkan?” papar Ferry.

Ferry pun menyayangkan sikap Rumbai yang meninggalkan seorang pembantu di dalam Keputren. Dengan kondisi Keputren saat ini, lantas di manakah putri-putri raja tinggal? Ferry tak bersedia menjelaskan detail.

“Siapa putri-putri raja? Aturan di Keraton itu untuk yang sudah akil balig adanya di luar Keraton.”

Menyikapi masalah akses ke lembaga adat di keraton yang masih tertutup hingga saat ini, Pengageng Sasana Wilapa (sesuai kelembagaan baru), K.R.A. Dany Nursugama, hanya memastikan adat di Keraton yang pasti adalah semua harus tunduk dan patuh dhawuh PB XIII. “Itu adat yang pasti karena ini monarki,” kata Dany.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif