Soloraya
Minggu, 22 Oktober 2017 - 15:15 WIB

KORUPSI WONOGIRI : Saksi Ahli dari Unair Surabaya Dilibatkan Usut Kasus Sumur Bor

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengendara motor melintas di dekat sumur bor dalam di Dusun Jaten, Wonokerto, Kecamatan Wonogiri, Rabu (9/8/2017). (Rudi Hartono/JIBI/Solopos)

Kejari Wonogiri meminta bantuan saksi ahli terkait kasus dugaan korupsi proyek sumur bor.

Solopos.com, WONOGIRI — Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Wonogiri akan meminta bantuan ahli pengadaan barang/jasa dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, pekan ini, sebagai tindak lanjut penyidikan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan 15 unit sumur bor dalam.

Advertisement

Penyidik ingin menggali informasi secara komprehensif tentang pengadaan barang/jasa proyek sumur bor yang diduga menjadi titik awal terjadinya penyimpangan. Kepala Seksi Pidana Khusus (Kasipidsus) Kejari Wonogiri, Ismu Armanda, saat ditemui Solopos.com di kantornya, Jumat (20/10/2017), menyampaikan penyidik akan meminta pendapat ahli mengenai pelaksanaan lelang, pembuatan kontrak, dan pembayaran proyek sumur bor dari APBD 2016 senilai Rp5,7 miliar oleh Dinas Pengairan Energi dan Sumber Daya Mineral (PESDM) tersebut. (Baca: Proyek Sumur Bor Berpotensi Rugikan Negara Rp2,7 Miliar, Kejari Turun Tangan)

Hal itu penting untuk lebih meyakinkan penyidik dalam menelusuri unsur tindak pidana korupsi (tipikor) yang indikasinya sudah ditemukan sebelumnya. Mantan Kepala Seksi Pidana Umum (Kasipidum) Kejari Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT), tersebut menuturkan penyidik tidak boleh merasa superior dan menghakimi pelaksanaan proyek, khususnya lelang hingga pembayaran, melanggar hukum.

Oleh karena itu Kejari perlu meminta bantuan ahli yang berkompetensi untuk menganalisis proses tersebut. “Pemeriksaan ahli akan dilakukan di Unair, pekan depan [pekan ini]. Dia merupakan profesor di bidangnya [tentang pengadaan barang/jasa] yang sudah berulang kali menjadi ahli,” kata Ismu mewakili Kepala Kejari (Kajari) Wonogiri, Dodi Budi Kelana.

Advertisement

Seperti diketahui, Kajari Wonogiri sebelumnya, Tri Ari Mulyanto, menyatakan penyimpangan proyek sumur bor terjadi saat kontrak yang semula lump sum pada perkembangannya diubah menjadi kontrak harga satuan. Hal itu menyalahi Peraturan Presiden (Perpres) No. 5/2015 perubahan kelima atas Perpres No. 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Pada kontrak lump sum, seharusnya pengguna anggaran tidak perlu membayar pekerjaan apabila proyek tak rampung 100 persen. Kontrak lump sum diubah saat capaian memasuki masa kritis tetapi progres masih minim, yakni 42 persen.

Setelah diubah, proyek diperpanjang. Hingga batas akhir, pekerjaan hanya mencapai 62 persen. Akibatnya pengguna anggaran membayar proyek sesuai capaian tersebut senilai lebih dari Rp3 miliar. (Baca: Kejari Tunggu Inspektorat Hitung Kerugian Negara dalam Proyek Sumur Bor)

Advertisement

Menurut Tri, seluruh nilai yang dibayarkan dikurangi pajak, yakni Rp2,7 miliar menjadi kerugian negara. Parahnya lagi, seluruh hasil pekerjaan tidak ada yang selesai.

Ismu melanjutkan belum lama ini penyidik bersama Inspektorat dan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) mengecek 15 unit sumur bor hasil pekerjaan proyek. Kegiatan itu untuk mendukung proses penghitungan kerugian negara oleh Inspektorat.

Hanya, Ismu belum bersedia membeberkan hasilnya sebelum menerima laporan. Kepala DPU, Sri Kuncuro, hingga berita ini diunggah belum dapat diminta konfirmasi ihwal hasil pengecekan lapangan. Saat Solopos.com menghubungi nomor ponselnya dan mengirim pesan singkat, dia tidak merespons.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif