Soloraya
Jumat, 20 Oktober 2017 - 21:15 WIB

Pemkot Solo Bangun Museum Batik di Eks Rumah Koruptor, DPRD Pesan Jangan Gegabah

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua KPK, Agus Rahardjo (kedua dari kanan), berjabat tangan dengan Wali Kota Solo F.X. Hadi Rudyatmo (ketiga dari kiri), seusai acara serah terima rumah Djoko Susilo di Laweyan, Solo, Selasa (17/10/2017). (M. Ferri Setiawan/JIBI/Solopos)

Anggota DPRD Solo minta Pemkot jangan buru-buru membangun museum batik di eks rumah Djoko Susilo.

Solopos.com, SOLO — Kalangan legislator berpesan kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Solo agar tak tergesa-gesa mengambil keputusan menjadikan rumah mantan Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Djoko Susilo yang terganjal kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) sebagai museum batik.

Advertisement

Rumah sitaan di Sondakan, Kecamatan Laweyan, itu sudah dihibahkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kepada Pemkot Solo pada Selasa (17/10/2017) lalu. Di satu sisi, dibutuhkan anggaran besar untuk operasional museum batik ini.

Dalam hal ini pembiayaan yang tak sedikit bisa menjadi beban bagi daerah. Di sisi lain, semestinya Pemkot melakukan perencanaan yang matang dan berpikir dengan skala prioritas untuk memanfaatkan aset tersebut.

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Solo, Supriyanto, mewanti-wanti Pemkot agar jangan gegabah membuat kebijakan. Dia berharap hibah dari KPK berupa rumah dengan aset mencapai Rp49 miliar itu pemanfaatannya bisa tepat sasaran.

Advertisement

“Jangan tergesa-gesa memutuskan. Lakukan kajian dulu sehingga nanti aset ini bisa lebih bermanfaat untuk masyarakat,” paparnya kepada wartawan, Jumat (20/10/2017).

Menurutnya, daripada untuk museum batik rumah tersebut alangkah lebih baik difungsikan untuk kantor. Hal ini mengingat banyak kantor organisasi perangkat daerah (OPD) yang kurang layak ditempati.

Dengan demikian, pemanfaatannya langsung bisa dirasakan masyarakat. Selain itu, biaya operasional pemeliharaan museum itu terbilang tinggi. Pengalokasian anggaran untuk museum baru akan membebani APBD.

Advertisement

Dalam hal ini diperlukan sumber daya manusia (SDM) untuk merawat serta mengadakan kegiatan seremonial. Padahal museum ini bukan merupakan kebutuhan mendasar yang wajib dipenuhi Pemkot.

“Banyak kantor OPD yang kurang bagus bisa menjadi pertimbangan untuk memperoleh tempat baru. Jika memang digunakan branding untuk menggaet wisatawan domestik maupun mancanegara harus ada kajian yang mendalam. Solo sudah memiliki museum batik, meski milik perorangan. Jika ingin membuat lagi, kerja sama saja,” imbuhnya.

Anggota Banggar, Sugeng Riyanto, menambahkan APBD 2018 memang masih tahap sinkronisasi dan dimungkinkan adanya perubahan. Namun demikian, ide membuat museum batik ini bakal menelan biaya yang tak sedikit.

“Seharusnya rencana ini jauh-jauh hari dilakukan. Bisa jadi nanti pada APBD Perubahan 2018, tapi perlu membuat konsep perencanaan yang matang terlebih dulu. Kalau mau total nanti APBD 2019. Apalagi ini museum batik yang semestinya mengakomodasi beragam corak dan motif batik khususnya di Solo. Selain itu, biaya perawatan itu juga mahal,” jelasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif