Soloraya
Jumat, 20 Oktober 2017 - 22:36 WIB

KEMISKINAN KLATEN : Baru Diusulkan Dapat Bantuan RTLH, Rumah Gedek Trucuk Ambruk Duluan

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kepala Desa Trucuk, Sagiyo, meninjau lokasi rumah roboh milik Martorejo Luginem, di Dukuh Dimoro, Desa Trucuk, Jumat (20/10/2017). (Cahyadi Kurniawan/JIBI/Solopos)

Kemiskinan Klaten, rumah gedek milik warga Trucuk ambruk.

Solopos.com, KLATEN — Rumah berdinding gedek milik Martorejo Luginem, 80, warga Dukuh Dimoro, RT 024/011, Desa/Kecamatan Trucuk, Klaten, ambruk pada Kamis (19/10/2017) sekitar pukul 14.30 WIB.

Advertisement

Rumah itu sedianya diusulkan untuk mendapat bantuan rehab rumah tak layak huni (RTLH) tahun depan. Namun, ternyata rumah itu ambruk duluan sebelum bantuan diberikan.

Martorejo menceritakan saat kejadian ia baru saja keluar dari rumahnya mengambil baju ganti. “Setelah mandi, saya duduk-duduk di depan rumah anak saya. Lalu terdengar suara krek-krek-krek dan tiba-tiba rumah roboh,” terang Martorejo saat ditemui wartawan di rumah anaknya di sebelah rumahnya, Jumat (20/10/2017).

Rumah itu ia tempati lebih dari 20 tahun dan belum pernah direnovasi. Kini, Martorejo tinggal di rumah anaknya, Poniyem, 45, yang bersebelahan dengan rumahnya untuk sementara waktu.

Advertisement

Warga dibantu sukarelawan membersihkan puing-puing bangunan berukuran 10 meter x 12 meter yang dominan berbahan kayu dan bambu. Total kerugian ditaksir mencapai Rp35 juta.

“Kami berencana mendirikan rumah baru untuk Mbah Martorejo menggunakan dana tak terduga pemerintah desa senilai Rp10 juta. Sisanya swadaya masyarakat. Rumah Martorejo sebenarnya masuk ke RTLH tahun 2018. Tapi rumahnya keburu ambruk sekarang,” ujar Kepala Desa Trucuk, Sagiyo, yang hari itu meninjau rumah Martorejo.

Sagiyo mengungkapkan di desanya ada 179 rumah berdinding bambu alias gedek. Dari jumlah tersebut, 20 unit rumah di antaranya rawan roboh. Rumah itu mayoritas berusia tua dan dalam keadaan miring dan rapuh.

Advertisement

Sagiyo mengatakan 179 atau sekitar sepuluh persen dari rumah di Trucuk masuk kategori RTLH. Tahun ini, Pemerintah Desa Trucuk mendapatkan bantuan RTLH untuk delapan rumah.

“Masih ada sekitar 170-an rumah yang harus dientaskan. Rumah-rumah rawan roboh sekarang banyak yang disangga menggunakan bambu,” ujar dia.

Selain faktor kemiskinan, lanjut Sagiyo, banyaknya RTLH lantaran banyak anak pemilik rumah yang merantau. Selain itu, membangun rumah tembok di Trucuk terbilang mahal.

Kondisi tanah di kawasan itu bergerak. Saat kemarau, tanah menjadi datar. Sedangkan saat musim hujan, tanah menjadi miring. “Membangun rumah ukuran 7 meter x 12 meter saja habis Rp100 juta. Itu tembok belum diplester dan kayunya glugu,” ujar dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif