News
Rabu, 18 Oktober 2017 - 23:10 WIB

Sensitif, Jurnalis Myanmar Bertaruh Nyawa Meliput Isu Rohingya

Redaksi Solopos.com  /  Septina Arifiani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga Rohingya yang mengungsi ke Bangladesh (Reuters)

Jurnalis di Myanmar mengaku harus bertaruh nyawa saat meliput isu Rohingya yang sensitif.

Solopos.com, YANGON – Krisis kemanusiaan yang dihadapi etnis Rohingya tak kunjung berakhir. Kini, warga yang sebelumnya tinggal dengan damai di Rakhine, Myanmar, terpaksa melarikan diri akibat kekejaman tentara pemerintah. Mereka mencari perlindungan ke beberapa negara tetangga, salah satunya Bangladesh.

Advertisement

Sayangnya, banyaknya pengungsi membuat pemerintah Bangladesh kewalahan. Tempat yang disediakan tidak mampu menampung pengungsi yang terus berdatangan. Akibatnya, para pengungsi Rohingya hidup terlunta-lunta di area perbatasan sembari menunggu izin masuk dari tentara Bangladesh.

Krisis yang dialami warga Rohingya yang sangat memprihatinkan itu terus menjadi sorotan warga dunia. Sejumlah pemimpin negara lain mendesak pemerintah Myanmar mengatas krisis tersebut. Namun, sampai saat ini desakan itu agaknya hanya menjadi angin lalu saja.

Salah seorang jurnalis asal Myanmar, Min Min, 28, mengaku krisis Rohingya merupakan isu yang sangat sensitif. Pemerintah meminta media massa tidak terlalu mengekspos isu tersebut. Alhasil, aturan itu membuatnya menjadi dilema. Sebagai jurnalis, dia tentu ingin mengungkap fakta di balik krisis itu. Namun, di sisi lain dia mendapat larangan dari majalah tempatnya bernaung.

Advertisement

“Jika mencoba menyelidiki kejadian sebenarnya di negara bagian Rakhine, maka hidup saya berada dalam bahaya,” ungkap Min Min yang menjabat sebagai editor majalah Badan Investigasi Rakhine seperti dilansir Aljazeera, Selasa (17/10/2017).

Akhirnya, Min Min terpaksa mengurangi laporan tentang etnis Rohingya daripada tersandung masalah hukum. Dia harus memutar orak agar majalah bulanannya tetap terbit. “Kami memilih diam. Selama ini, kami hampir tidak pernah memunculkan isu tersebut. Jika ingin melakukan penyelidikan, maka kami harus sangat hati-hati agar tidak ketahuan,” sambung dia.

Pemerintahan Myanmar yang masih dikuasai rezim militer masih bersikap represif terhadap media massa. Pemilihan Aung San Suu Kyi sebagai Penasihat Negara Myanmar dianggap tidak memiliki efek yang berarti. Dia menilai Aung San Suu Kyi tak mampu menghentikan kekejaman yang dilakukan terhadap etnis Rohingya.

Advertisement

Segala aturan yang sangat ketat itu pada akhirnya membuat sejumlah rekan seprofesi Min Min. Salah satu wartawan yang enggan disebut namanya merasa sangat terkekang dengan peraturan yang dibuat pemerintah. Dia juga khawatir peraturan itu akan melemahkan kerja para jurnalis.

“Saya merasa sangat terkekang saat menulis berita, apalagi jika berkaitan dengan Rohingya. Kami sangat khawatir dengan tanggapan masyarakat setelah membaca berita. Hal ini jelas sangat mengganggu pekerjaan kami sebagai jurnalis,” ungkap sumber tersebut. 

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif