Jogja
Senin, 16 Oktober 2017 - 07:20 WIB

Jasa Pengiriman Barang Makin Marak, Tapi Minim Pengawasan

Redaksi Solopos.com  /  Kusnul Istiqomah  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sementara, yang melapor secara resmi itu kehilangan kamera seharga Rp19 juta

Harianjogja.com, JOGJA-Usaha jasa pengiriman atau penitipan barang kian marak di DIY. Namun, usaha jasa ini minim pengawasan sehingga banyak masyarakat dirugikan.

Advertisement

Lembaga Ombudsman DIY pada Agustus lalu menerima tiga aduan dan satu laporan terkait jasa usaha pengiriman barang. “Yang melapor ini karena barangnya hilang, tapi perusahaan jasa pengiriman barang tidak bertanggung jawab menggantinya,” kata Kepala Bidang Pelayanan dan Investigasi, Lembaga Ombudsman DIY Hanum Aryani, saat ditemui di kantornya, Jumat (13/10/2017).

Hanum mengatakan, tiga pengadu kasusnya hampis sama, tapi pengadu tidak melaporkan secara resmi karena tidak ingin repot, terlebih nilai kerugiannya tidak terlalu banyak. Sementara, yang melapor secara resmi itu kehilangan kamera seharga Rp19 juta.

Advertisement

Hanum mengatakan, tiga pengadu kasusnya hampis sama, tapi pengadu tidak melaporkan secara resmi karena tidak ingin repot, terlebih nilai kerugiannya tidak terlalu banyak. Sementara, yang melapor secara resmi itu kehilangan kamera seharga Rp19 juta.

Pelapor, kata Hanum, merasa belum mengambil kameranya di salah satu jasa pengiriman barang. Namun, kamera tersebut sudah diambil oleh orang lain dengan nomor resi yang sama. Hanum mengatakan, apa yang dialami pelapor juga dialami oleh pengadu, sehingga ia menduga ada kesalahan standar prosedur yang diterapkan perusahaan tersebut.

Pihaknya sudah meminta klarifikasi kepada perusahaan tersebut. “Jawabannya adalah, katanya itu sudah prosedur perusahaan ketika ada resi tidak bisa menahan barang. Pertanyaannya dari mana orang lain dapat resi pemilik barang? Ini yang terus kami kejar,” ujar Hanum.

Advertisement

Aturan yang dimaksud adalah Undang-undang Nomor 38 Tahun 2009 tentang POS. Dalam Pasal 28 Undang-undang itu menyebutkan bahwa pengguna layanan pos berhak mendapatkan ganti rugi apabila terjadi kehilangan. Penyelenggara POS yang dengan sengaja tanpa hak, tidak menjaga keamanan dan keselamatan kiriman bisa dikenakan sanksi administratif.

Hanum mengatakan, sanksi administrtarif berupa peringatan sampai pencabutan izin memang masih longgar khususnya untuk perusahaan jasa pos atau pengiriman barang di daerah. Sebab, kata dia, semua perizinan dan pengawasan usaha jasa pengiriman barang ada di Kementrian Komunikasi?. Pihaknya mendorong agar Pemerintah Daerah ikut mengawasi.

Terpisah, Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo) DIY Rony Primanto mengakui tidak memiliki kewenangan dalam mengawasi usaha jasa pengiriman barang setelah berlakunya Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Karena bukan kewenangannya pihaknya pun tidak memiliki jumlah pasti usaha jasa pengiriman barang di DIY, “Mungkin jumlahnya sudah diatas 150an,” kata Rony.

Advertisement

Ketua Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Express Pos dan Logistik Indonesia (Asperindo) DIY Imam Subekti mengatakan, dalam kasus yang diadukan ke Ombudsman, pihaknya sudah memberikan pandangan bahwa standar operasional prosedur (SOP) yang diterakan perusahaan jasa pengiriman yang diadukan sebenarnya melanggar Undang-undang POS. Sayangnya, asosiasinya tidak bisa berbuat banyak, “Bukan kewenangan kami untuk menindak,” ujar Imam.

Namun demikian, Imam mengatakan perusahaan yang tidak bertanggung jawab atas kehilangan barang hanya satu dua perusahaan. Selebihnya keluhan konsumen hanya seputar keterlambatan pengiriman.

Imam mengatakan, bisnis jasa pengiriman di DIY sejak beberaa tahun terakhir terus bertambah atau tepanya sejak jual beli dalam jaringan (daring) ramai. Bahkan, dirinya mensinyalir banyak yang tidak berizin terutama jasa pengiriman yang menginduk pada perusahaan transportasi dan travel. Namun, hal itu dibiarkan oleh pemerintah.

Advertisement

Ia memastikan 45 anggota Asperindo sudah memiliki izin resmi dari Kemenkominfo. Menurut dia, masih ada sekitar 40an perusahaan jasa pengiriman lainnya di luar Asperindo yang berizin. Selebihnya banyak tidak berizin. Imam sepakat jika pemerintah daerah ikut mengawasi jasa usaha pengiriman meski perizinannya di pusat.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif