Kolom
Minggu, 15 Oktober 2017 - 06:00 WIB

GAGASAN : Ironi Hari Perdamaian

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mutimmatun Nadhifah (Istimewa)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Jumat (13/10/2017). Esai ini karya Mutimmatun Nadhifah, mahasiswa Pengkajian Islam di Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Ia lahir di Sumenep, Madura. Alamat e-mail penulis adalah mutimmah_annadhifah@yahoo.com.

Solopos.com, SOLO — Banjir bahasa, foto, dan video terjadi di Sumenep, Madura, pada Minggu, 8 Oktober 2017.  Pemicu banjir adalah kunjungan Presiden Joko Widodo dalam rangkaian acara Hari Perdamaian Internasional di Pondok Pesantren Annuqayah, Sumenep, Madura.

Advertisement

Selain kehadiran Presiden Joko Widodo yang didampingi beberapa pejabat negara, hadir pula perwakilan dari Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Urusan Perempuan (UN Women) dan Wahid Foundation.

Acara ini juga diikuti rombongan perempuan dari berbagai daerah di Indonesia seperti Bogor dan Depok (Jawa Barat); Klaten, Sukoharjo, dan Solo (Jawa Tengah); Malang dan Sumenep (Jawa Timur).

Saya hanya menduga dari kejauhan bahwa acara pasti berlangsung meriah, penuh sorak sorai tamu undangan, dan para santri pondok yang mengelu-elukan kehadiran orang nomor satu di Indonesia tersebut.

Selain itu, keriuhan kata, foto, atau video  yang tersebar di media sosial menambah kesan bahwa acara tersebut benar-benar sebuah kemewahan yang pantas dibanggakan oleh warga Sumenep, Madura.

Pemilihan Sumenep sebagai tempat acara salah satunya disebabkan setiap hajatan demokrasi, baik itu pemilihan kepada daerah maupun pemilihan kepala desa, justru sering memicu konflik antaranggota keluarga dan bahkan memperburuk hubungan bertetangga di daerah Sumenep.

Presiden Joko Widodo dalam orasinya menegaskan pentingnya peran perempuan untuk senantiasa menjaga iklim perdamaian dan menjadi pemain kunci dalam menjaga perdamaian bangsa dari lingkup terkecil, yaitu keluarga.

Selanjutnya adalah: Penyampaian orasi dan dialog interaktif

Advertisement

Orasi

Selain acara penyampaian orasi dan dialog interaktif, diresmikan pula Program Kampung Damai yang diinisiasi UN Women bekerja sama dengan Wahid Foundation. Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid alias Yenny Wahid sebagai pemimpin Wahid Foundation menyampaikan alasan Sumenep dipilih sebagai ruang bagi program tersebut.

Menurut Yenny, alasannya adalah perempuan Madura memiliki karakter khas karena merupakan pribadi yang ulet, pekerja keras, suka bergotong royong, dan religius. Karakter itu mewaikili nilai-nilai baik yang ditumbuhkembangkan dalam pemberdayaan perempuan. Akhirnya dipilihlah Sumenep sebagai pionir pelaksana program tersebut (Kompas, 9 Oktober 2017).

Keriuhan manusia dan bahasa yang terjadi pada hari itu ternyata tidak berhenti ketika acara berakhir. Keriuhan terus diwartakan bahkan sesudah berlangsungnya acara selama beberapa hari karena beberapa orang masih memasang hasil jepretan mereka atau keberhasilan mereka berswafoto dengan Presiden Joko Widodo.

Keriuhan demi keriuhan tersebut mengingatkan kita pada narasi ulama, desa, dan perantauan pada masa lampau. Para kiai muda di desa banyak yang merantau ke kota untuk berdakwah. Pada mulanya mereka belajar perdamaian dan kearifan dari laku hidup kiai-Kiai sepuh di desa.

Perdamaian dalam agama yang sering dituliskan K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dalam beberapa artikelnya tidak bisa diceraikan dari kehidupan masa kecilnya di Tebuireng, Jombang, Jawa Timur.

Advertisement

Biografi masa kecil Gus Dur di tengah warga perdesaan dan kearifan hidup yang disaksikan di kalangan kiai inilah yang menjadi landasan tentang perdamaian, sebelum akhirnya bertemu dengan gagasan modern dalam Islam, juga bacaan-bacaan yang didapatkannya dari teks-teks Eropa.

Dalam buku Biografi Gus Dur (Greg Barton, 2010: 33) kita menemukan cerita Wahid Hasyim, ayah Gus Dur, anak Desa Tebuireng yang telah mempelajari pendidikan modern dan menyadari pentingnya penerapan itu semua dalam lingkungan pesantren tradisional.

Selanjutnya adalah: Pendidikan modern yang ia dapatkan

Pendidikan Modern

Pendidikan modern yang dia dapatkan juga menjadi penentu tumbuhnya nasionalisme dalam gerakan politik yang dia pilih tanpa mengabaikan tradisionalisme yang membentuk biografi hidupnya.

Semula Wahid Hasyim emoh bergabung dengan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang didirikan ayahnya, K.H. Hasyim Asyari. Dia beralasan NU sebagai organisasi kaum tua terlalu lambat dan butuh kesabaran tinggi untuk bertindak secara revolusioner agar mampu berperan penting untuk kemajuan bangsa.

Advertisement

Belakangan keputusannya berubah, Wahid Hasyim muda percaya tradisionalisme yang menjadi bagian biografi dirinya tidak lagi menjadi penghambat kemajuan, tetapi menjadi sebaliknya, keterlibatannya dalam organisasi NU menguatkan niat untuk maju secara bersamaan.

Pemikiran Wahid Hasyim ini tentu menjadi referensi sekaligus turut membentuk dan berpengaruh terhadap pemikiran anaknya, Gus Dur. Saat teks-teks modern dibaca oleh Gus Dur, dia tetap teguh di NU tanpa segan untuk sesekali memberikan kritik terhadap ketidakberesan laju organisasi.

NU sebagai rumah intelektual, spiritual, dan sosial bagi Wahid Hasyim dan Gus Dur tidak hanya menjadi rumah yang selalu dipuji. Ada waktu dan peristiwa yang kadang membuat keduanya memutuskan untuk berjarak.

Pencapaian kapasitas intelektual keduanya tidak lantas membuat mereka melupakan tradisionalisme sebagai ajaran hidup dan laku kiai-kiai yang menjadi muruah dan uswah hasanan gerakan NU.

Banyak kiai di desa yang berpindah ke kota pada masa bersamaan dengan gerakan yang dirintis Wahid Hasyim dengan maksud ndandani moral manusia kota yang bobrok. Dalam pengertian kita, konflik dan perang itu rentan dan justru banyak terjadi di kota.

Selanjutnya adalah: Demonstrasi dan perusakan fasilitas publik…

Advertisement

Demonstrasi

Demonstrasi dan perusakan fasilitas publik juga kerap terjadi di kota, kemudian diliput jurnalis dan menyelinap masuk di hadapan warga desa melalui layar kecil bernama televisi.

Sebagai warga pribumi Sumenep, saya merasa aneh dengan kehadiran orang-orang kota yang masuk ke pesantren, ke kampung di Sumenep, membawa gagasan perdamaian.

Saya hanya ingat laku kiai-kiai di pesantren atau saat terlibat dalam kegiatan sosial menjadi cukup untuk mengerti perdamaian yang sesungguhnya.

Hari Perdamaian Internasional yang dihadiri Presiden Joko Widodo dan wakil beberapa lembaga nasional dan internasional itu hanya akan menjadi perdamaian sehari dan tentu dengan anggaran yang sangat besar!

Kita memang sering dibuat bingung dengan ulah orang kota. Kedamaian warga kampung lewat pertemuan mereka di sekitar pekarangan rumah, di jalan menuju ladang atau sawah, atau saat memberi pakan sapi di kandang belakang atau depan rumah sulit diperhitungkan.

Mereka perlu dibentuk menjadi komunitas dan dibuatkan program.  Kita bisa melacak arti kata ”program” di kamus. Kamus Bahasa Besar Bahasa Indonesia edisi 2016 memberi kita penjelasan arti ”program”. Program adalah rancangan mengenai asas serta usaha [ketatanegaraan, perekonomian, dan sebagainya] yang akan dijalankan.

Advertisement

”Program” juga berarti komputer, urutan perintah yang diberikan pada komputer untuk membuat fungsi atau tugas tertentu. Makna lain “program” adalah akademik, program dalam sistem persekolahan yang hanya mempersipakan sejumlah mata pelajaran yang diperuntukkan bagi siswa yang ingin melanjutkan studi.

Selanjutnya adalah: Di kamus program bertaut dengan semua gagasan kota…

Program

Di kamus program bertaut dengan semua gagasan kota, mulai dari rancangan hingga kecanggihan teknologi. Saat damai diprogramkan di sebuah kampung tentu damai yang dibawa orang kota sulit dipahami karena bertaut dengan anggaran dan acara.

Orang-orang desa itu harus terlibat dalam struktur organisasi kota, hal yang tentu aneh bagi warga desa saat damai yang mereka pahami selama ini bersama dengan peristiwa ngobrol di beranda rumah sambil sesekali mencari kutu di kepala bagi kaum ibu.

Begitu juga damai bagi kaum bapak yang satu demi satu biasa memenuhi serambi rumah siapa pun tanpa rencana, obrolan kampung berlangsung dan biasanya terjadi usai Salat Isya.

Advertisement

Saat kedamaian kampung bagi kaum ibu terjadi pada waktu rehat, entah usai dari sawah sambil menunggu anak mereka datang dari sekolah di pesantren terdekat atau istirahat sore usai memasak sambil menunggu suami mereka datang membajak sawah.

Bagi kaum bapak kedamaian justru banyak terjadi pada waktu malam,  kala kaum bapak lebih leluasa untuk berlama-lama di luar rumah. Kalau ada konflik karena perbedaan calon yang dipilih pada masa pemilihan kepada desa atau kepala daerah, saya percaya warga kampung memiliki cara sendiri tanpa bantuan perangkat perdamaian yang dibawa dari kota.

Selain cara-cara perdamaian yang mereka miliki, kiai kampung tidak hanya bertindak sebagai pendakwah agama, mereka juga turut menyelesaikan masalah sosial. Perdamaian yang diprogramkan UN Women bersama Wahid Foundation di Tanah Madura seolah-olah mengajak kita untuk melupakan cara-cara hidup damai orang desa yang menjadi referensi Wahid Hasyim dan Gus Dur.

Kita juga pantas mencari perbandingan saat kiai-kiai kota hadir di televisi, menyebar ke pelosok desa melalui tampilan sempurna di layar kaca dengan kefasihan dalil dan kesempurnaan tampilan ornamen fisik.

Mereka biasa hadir dengan kemewahan yang dimulai dari rumah dengan pekarangan luas dan tanaman hias berharga mahal, koleksi mobil dan motor berharga mahal, dan tentu membawa nama Tuhan dalam setiap acara bersanding dengan bahasa tidak santun dan tidak layak diucapkan sebagai figur publik.

Barangkali narasi kedamaian milik masyarkat kota bermakna eksklusif, privasi hidup adalah mutlak tanpa gangguan orang lain. Setiap milik pribadi tak wajib dibagi, demiliah pula tak perlu tegur sapa dari tetangga untuk kehidupan sosial yang didamba.

Pengalaman hidup damai masyarakat kota seperti inilah yang mungkin akan dibagikan kepada masyarakat desa di pelosok Sumenep dan Madura secara umum dan bahkan beberapa desa lain di Indonesia. Masih pantaskah kita bersuka cita menyambut Hari Perdamaian Internasional dengan selebrasi foto dan kata tanpa makna? Wallahu alam.

 

Advertisement
Kata Kunci : Gagasan Revolusi Mental
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif