Kolom
Sabtu, 14 Oktober 2017 - 06:00 WIB

GAGASAN : Keruwetan Perizinan

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Sriyanto

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Selasa (10/10/2017). Esai ini karya Sriyanto, praktisi pelayanan publik di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Wonogiri. Alamat e-mail penulis adalah sriyanto.wonogiri@yahoo.co.id.

Solopos.com, SOLO — Membahas perizinan bagaikan mengurai benang kusut. Mayoritas penyelenggara pelayanan perizinan mengambil langkah hati-hati. Dampaknya bisa ditebak. Pelayanan belum secepat harapan publik.

Advertisement

Data statistik pengaduan masyarakat urusan pelayanan perizinan masih cukup tinggi yakni 2,5% pada 2016 dan meningkat menjadi 2,7% pada triwulan II tahun 2017 (Ombudsman, 2016-2017). Data ini menjadi potret masih buramnya pelayanan perizinan di Indonesia.

Saya salah satu dari 7,6 juta followers akun Facebook Presiden Joko Widodo. Pada Sabtu, 9 September 2017, Presiden Joko Widodo menulis status berisi kegerahan mengenai proses perizinan di Indonesia.

Sepuluh hari setelah diunggah status itu mendapat tanggapan beragam dari masyarakat. Tidak kurang 81.000 akun Facebook memberikan tanggapan suka, ada 5.500 komentar, dan status itu dibagikan oleh 4.000-an pengguna media sosial.

Advertisement

Presiden Joko Widodo menuturkan proses perizinan di Indonesia selain sukar juga berbelit-belit. Penyebab runyamnya pelayanan perizinan adalah regulasi yang dibuat oleh pemerintah sendiri, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Jumlahnya pun tidak sedikit, sekitar 42.000 regulasi.

Status Presiden Joko Widodo di Facebook itu bukanlah tanpa alasan. Pertama, sebelum berkiprah di panggung politik, Joko Widodo adalah seorang pengusaha sehingga merasakan sendiri bagaimana proses bolak-balik ke kantor pemerintahan dan kebosanan menunggu waktu kapan perizinan selesai.

Kedua, karier politik berjenjang dari wali kota, gubernur, dan presiden memudahkan dalam menemukan dan mengenali akar permasalahan ruwetnya pelayanan perizinan. Presiden Joko Widodo telah mengambil kebijakan strategis untuk mengatasi permasalahan ini.

Selanjutnya adalah: Pemerintah telah mengeluarkan 16 paket kebijakan ekonomi

Advertisement

Paket Kebijakan

Dalam catatan saya, sampai dengan Agustus 2017 pemerintah pusat telah mengeluarkan 16 paket kebijakan ekonomi. Seperempat di antaranya berfokus pada pembenahan pelayanan perizinan. Pertama, paket kebijakan ekonomi jilid 2 pada Oktober 2015 berfokus pada kecepatan perizinan investasi. Izin investasi harus jadi dalam waktu tiga jam.

Kedua, sebulan berselang lahir paket kebijakan ekonomi jilid 6. Fokus utamanya perizinan yang sederhana (paperless). Ketiga, pada awal 2016 diluncurkan paket kebijakan ekonomi jilid 12 yang berfokus pada revolusi kebijakan kemudahan berusaha di Indonesia.

Advertisement

Paket kebijakan ekonomi ke-12 ini mengevaluasi 16 kebijakan. Salah satunya pencabutan pengaturan izin gangguan. Keempat, paket kebijakan ekonomi jilid 16 yang diterbitkan pada 31 Agustus 2017. Selain mengadvokasi kendala dalam proses perizinan di tingkat pusat dan daerah juga diterapkan sistem perizinan terintegrasi (single submission).

Dari rentetan paket kebijakan ekonomi yang berjilid-jilid dan ekspresi kegundahan Presiden Joko Widodo yang diunggah di media sosial tampaknya kemudahan dan kecepatan pelayanan perizinan menjadi platform yang ingin diwujudkan pemerintah. Sesedernaha inilah yang dikehendaki Presiden Joko Widodo.

Harapan Presiden Joko Widodo ini lahir dari kemampuan membaca ekspektasi publik, namun dalam mewujudkannya diperlukan revolusi pelayanan perizian. Dalam percaturan global, negara kita telah mendapatkan kepercayaan sebagai tujuan investasi.

Di sisi lain perekonomian Indonesia digerakkan oleh sektor usaha skala mikro dan kecil. Berdasarkan publikasi sensus ekonomi 2016 mengemuka fakta 98% lapangan usaha didominasi sektor usaha mikro dan kecil kemudaian 2% usaha menengah dan besar (Badan Pusat Statistik, 2016).

Advertisement

Dari kacamata ekonomi, peran sektor swasta teramat strategis dalam menopang pembangunan ekonomi. Tentu menjadi sebuah ironi jika masih dihadapkan pada kendala perizinan yang belum ramah investasi. Selain itu, pelayanan perizinan bernilai strategis karena menjadi indikator utama kemudahan berbisnis.

Selanjutnya adalah: Hasil survei kemudahan berbisnis yang diselenggarakan Bank Dunia

Kemudahan Bisnis

Berkaca dari hasil survei kemudahan berbisnis yang diselenggarakan Bank Dunia, pada 2014 Indonesia berada di peringkat ke-120. Masih dibawah Vietnam (99) dan Filipina (108). Pada 2017 Indonesia meroket ke peringkat ke-91 diantara 190 negara, meski masih jauh dari Singapura (2), Malaysia (23), dan Thailand (46). Perbaikan peringkat menjadi bukti Indonesia telah berbenah.

Bagaimana mewujudkan pelayanan perizinan yang mudah dan cepat? Siapa yang memulai? Dari mana memulai? Menggunakan instrumen apa? Ini semua menjadi pertanyaan besar yang harus dijawab dengan langkah nyata penyelenggara pemerintahan di negeri ini, baik tingkat pusat maupun daerah.

Advertisement

Dari perspektif praktisi penyelenggara pelayanan publik, setidaknya ada tiga langkah sebagai solusi atas kesemrawutan pelayanan perizinan di Indonesia. Pertama, evaluasi regulasi pusat dan daerah yang mengatur perizinan karena jumlahnya ribuan regulasi, evaluasi mempunyai konsekuensi terkait lamanya waktu dan besarnya biaya.

Lain halnya jika pemerintah pusat berani menginisiasi peraturan pemerintah yang mengatur perizinan usaha secara komprehensif. Sekurang-kurangnya seragam dalam nomenklatur perizinan, norma, standar, prosedur dan kriteria.

Dengan adanya peraturan yang lebih tinggi maka asas hukum  lex superior derogat legi inferior dapat diterapkan. Asas hukum tersebut mempunyai subtansi bahwa peraturan yang lebih tinggi mengesampingkan peraturan yang lebih rendah.

Di satu sisi penyelenggara pelayanan publik mempunyai rujukan utama. Di sisi lain dapat menekan terjadinya keruwetan regulasi di tingkat kementerian dan daerah. Kedua, sistem perizinan terintegrasi (single submission).

Sejak 2009 sistem perizinan elektronik terintegrasi sebenarnya sudah dipraktikkan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Pusat dan telah diterapkan oleh penyelenggara pelayanan perizinan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Selanjutnya adalah: Sistem ini memang masih jauh dari sempurna

Jauh dari Sempurna

Sistem ini memang masih jauh dari sempurna. Selain jumlah izin yang terlayani masih terbatas juga belum mengakomodasi perizinan yang menjadi kewenangan pemerintah daerah. Pada praktiknya pemerintah daerah masih menggunakan sistem perizinan lokal untuk melayani izin mendirikan bangunan, izin lingkungan, tanda daftar perusahaan, dan izin-izin lainnya.

Pengembangan sistem perizinan terintegrasi dengan mengakomodasi perizinan daerah dapat dijadikan pilihan sistem perizinan di Indonesia. Sistem seperti ini lazim disebut sebagai pelayanan terpadu satu pintu.

Ketiga, modernisasi mindset (pola pikir) aparatur melalui brainwash (cuci otak)  kemudian baru ditanamkan benih melayani sehingga lahirlah aparatur dengan semangat dasar pelayanan dengan penuh pengabdian. Pada era transparansi publik tak hanya melihat dan merasakan melainkan juga menjadi subjek pelayanan.

Sebagaimana konsep pemasaran bahwa pembeli adalah raja maka penyelenggara pelayanan perizinan harus bertindak layaknya pemasar profesional. Dengan begitu terjadi win-win solution. Perizinan tidak lagi menjadi momok bagi penyelenggara pelayanan dan masyarakat pengusaha pada umumnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif