Soloraya
Jumat, 8 September 2017 - 07:35 WIB

36 Tahun Pria Wonogiri Tak Bertemu Ibu, Kini Paidi Tak Lagi Kembali Ke Bengkulu

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Paidi memeluk ibunya, Tukinah, di teras rumah adiknya, Yatin, Lingkungan Bakalan RT 002/RW 007 Kelurahan Bakalan, Kecamatan Eromoko, Wonogiri, Kamis (7/9/2017). (Ahmad Wakid/JIBI/Solopos)

Kisah mengharukan terjadi di Eromoko, Wonogiri, di mana ibu dan anak yang terpisah 36 tahun bertemu kembali.

Solopos.com, WONOGIRI — Tukinah, 99, tak mampu menyembunyikan kebahagiaannya saat berbincang dengan Solopos.com di rumahnya di Lingkungan Bakalan RT 002/RW 007 Kelurahan Bakalan, Kecamatan Eromoko, Wonogiri, Kamis (7/9/2017).

Advertisement

Dalam bahasa Jawa ia menceritakan apa yang membuatnya teramat bahagia. Dua hari sebelumnya, Selasa (5/9/2017), dia akhirnya bisa melihat lagi anaknya, Paidi, 54, yang sudah 36 tahun (berita sebelumnya disebutkan 35 tahun–red) merantau tanpa kabar berita. (Baca: Mengharukan Tak Bertemu Ibu Selama 36 Tahun)

Kepulangan Paidi bagi Tukinah seperti mukjizat sekaligus jawaban dari doa yang selama ini ia panjatkan. Hampir setiap hari Tukinah berdoa semoga diberi umur panjang agar bisa bertemu kembali dengan anak keempat dari lima anaknya itu.

Advertisement

Kepulangan Paidi bagi Tukinah seperti mukjizat sekaligus jawaban dari doa yang selama ini ia panjatkan. Hampir setiap hari Tukinah berdoa semoga diberi umur panjang agar bisa bertemu kembali dengan anak keempat dari lima anaknya itu.

Ia masih ingat ketika Paidi masih berumur tiga tahun, saat dia mengandung anak kelimanya, Yatin. Paidi saat itu selalu minta digendong sehingga berkali-kali Tukinah menghardik dan mengatakan Paidi anak nakal. (Lugunya Mbah Tukinah)

Ia juga masih ingat saat Paidi berumur empat tahun datang ke sawah sendirian menyusul Tukinah yang sedang bercocok tanam di sawah yang letaknya cukup jauh dari rumah. “Dulu sering minta digendong, bocah kok nakal. Ibunya hamil kok minta digendong terus,” kenang Tukinah.

Advertisement

Selama 36 tahun di Bengkulu, Paidi hanya kerja serabutan karena ia tidak bisa membaca dan menulis. Bahkan di usianya yang sudah setengah abad lebih, Paidi belum menikah.

“Enggak boleh [berangkat merantau lagi], tak ganduli [saya larang]. Mending sirahku digebuki yen mangkat meneh [mending kepala saya dipukuli kalau dia berangkat lagi],” ujar Tukinah sambil mengusap air matanya.

Tukinah mengatakan sosok Paidi kecil sering hadir dalam mimpinya. Saat bermimpi tentang Paidi, ia langsung terbangun dan menangis. Hal serupa juga dialami Paidi, di tanah perantauan ia juga sering bermimpi tentang Tukinah muda yang hendak pergi ke pasar.

Advertisement

Mimpi Rindu

Setelah bermimpi tentang ibunya, Paidi langsung terbangun lalu termenung. Tanpa disadari, saat ia mengingat-ingat mimpinya itu sambil menahan kerinduan pada ibunya tiga batang rokok telah ia habiskan. Paidi mempunyai empat saudara kandung, yakni Mulyadi, 71; Tugiyem, 65; Tugiyo, 60; dan Yatin, 50.

Empat tahun awal Paidi di Bengkulu bekerja pada orang yang mengajaknya. Ia melakukan apa saja yang diperintahkan kepadanya, mulai memotong pohon, tanam tanaman, bersih-bersih kebun, atau pekerjaan lain.

Advertisement

Ia juga pernah kerja di perkebunan sawit. Selama empat tahun belakangan ini, ia membersihkan ladang milik orang lain lalu ditanami dengan tanamannya sendiri, namun terkadang yang punya ladang juga ikut ‘numpang’ bertanam.

“Pernah juga kerja sebulan digaji hanya Rp15.000 dan diberi makan pada 1985-1986. Sejak dulu keinginan untuk pulang ada, tetapi terhambat biaya,” ungkap Paidi.

Muhammad Muzammil M.Z. yang akrab disapa Ustadz Kubur (Uskub) Muzammil menjadi orang yang paling berjasa mempertemukan Tukinah dan Paidi. Uskub Muzammil lah yang mengantarkan sekaligus mencari alamat keluarga Paidi.

Uskub Muazammil bertemu Paidi pada 18 Agustus lalu saat Paidi menjadi tukang kebun jengkol di Desa Selolong, Ketahun, Bengkulu Utara, yang dirintis Uskub Muzammil.

“Awal Agustus, saya berdakwah di Semarang, Pacitan, Jepara, dan Demak. Pada 5 Agustus, saya telepon sopir di Bengkulu untuk mencarikan tukang kebun,” kata mubalig itu.

Ketika kembali ke Bengkulu dan bertemu Paidi, ia terkejut dengan pengakuan Paidi yang belum pernah pulang sejak 1981. Saat itu Uskup Muzammil berjanji mempertemukannya dengan keluarga di Wonogiri.

Berbekal banyaknya teman di Jawa Tengah, Uskub Muzammil mulai mencari informasi mengenai alamat rumah keluarga Paidi. Paidi hanya ingat nama orang tuanya dan saudara-saudaranya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif