News
Selasa, 15 Agustus 2017 - 23:00 WIB

Johannes Marliem Tewas, LPSK Kritik KPK

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Johannes Marliem (Google Plus)

LPSK meminta KPK belajar dari kasus tewasnya Johannes Marliem.

Solopos.com, JAKARTA — Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengimbau aparat penegak hukum, termasuk KPK, memanfaatkan program perlindungan saksi dan korban sesuai mandat Undang-Undang (UU) Perlindungan Saksi dan Korban.

Advertisement

Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai, mengatakan belajar dari kasus tewasnya Johannes Marliem sebagai salah satu saksi kasus korupsi e-KTP, LPSK mengimbau KPK bekerja sama dengan lembaga itu. Apabila ada saksi atau pelapor kasus korupsi yang rentan intimidasi atau ancaman, KPK diminta segera merekomendasikan perlindungannya kepada LPSK.

“Dengan demikian LPSK bisa memberikan perlindungan. Tetapi, kalau KPK tidak mengirimkan saksi tersebut, LPSK juga tidak bisa memaksa. Kasus Johannes hanya salah satunya, banyak kasus lain dengan saksi atau pelapornya butuh perlindungan,” ungkap Haris, Selasa (15/8/2017).

Dia menjabarkan, sebenarnya LPSK dan KPK lahir dari rahim yang sama, yaitu Tap MPR No. 8/2001 yang mengamanatkan pencegahan dan pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Dari Tap MPR itu, dimandatkan pembentukan lembaga khusus pemberantasan korupsi dan program perlindungan saksi. “Jadi, dua lembaga ini harus berjalan seiring,” ujar Haris.

Advertisement

Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyoroti terungkapkan safe house yang dimiliki KPK berdasarkan temuan Pansus Angket KPK. Sepengetahuannya, regulasi yang secara jelas menyebutkan tentang safe house ada dua, yaitu UU Pemberantasan KDRT dan UU Perlindungan Saksi dan Korban.

“LPSK baru tahu KPK punya safe house setelah Pansus Angket KPK mengungkapnya,” kata Edwin.

Menurut Edwin, apa yang dilakukan Pansus Angket KPK DPR mengorek safe house KPK seharusnya dapat menjadi bahan untuk mengevaluasi perlindungan saksi, khususnya dalam kasus korupsi. Perlindungan saksi harus dilakukan lembaga khusus untuk menghilangkan adanya konflik kepentingan.

Advertisement

“Program perlindungan saksi harus terpisah dan tidak ditangani pihak yang melakukan penyidikan. Penting agar tidak ada konflik kepentingan, baik dari pihak penyidik maupun saksi yang dilindungi,” tutur Edwin.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif