News
Senin, 14 Agustus 2017 - 20:39 WIB

KORUPSI E-KTP : Curhat Johannes Marliem Sebelum Tewas, Ini Keterangannya Kepada Tempo

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Johannes Marliem (Google Plus)

Curhat Johannes Marliem beberapa waktu sebelum tewas terkait pemberitaan korupsi e-KTP. Tempo pun membeberkan kronologi komunikasi itu.

Solopos.com, JAKARTA — Curhat Johannes Marliem beberapa waktu lalu sebelum meninggal dunia mengungkapkan kekhawatiran akan keselamatan dirinya terkait file rekaman pembicaraan sebesar 500 GB dalam proyek e-KTP. Bahkan, dia sempat menghubungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Advertisement

Diberitakan Kontan, Sabtu (12/8/2017) lalu, Johannes menghubungi jurnalis media tersebut dan menyesalkan namanya dipublikasikan dalam pemberitaan sebuah media lain. “Saya tidak mau dipublikasi begini sebagai saksi. Malah sekarang bisa-bisa nyawa saya terancam,” ujarnya dikutip Solopos.com dari Kontan.co.id.

“Seharusnya penyidikan saya itu rahasia. Masa saksi dibuka-buka begitu di media. Apa saya enggak jadi bulan-bulanan pihak yang merasa dirugikan? Makanya saya itu kecewa betul.”
“Saya kira sama saja hukum di AS juga begitu. Kita selalu menjunjung tinggi privacy rights, harus memberitahu dan consent bila melakukan perekaman.”
“Jadi tolong jangan diplintir lagi. Saya tidak ada kepentingan soal rekaman. Dan ada rekaman SN (Setya Novanto) atau tidak, saya juga tidak tahu. Namanya juga catatan saya,” kata Marliem saat itu.

Pemberitaan yang dimaksudkan Direktur Biomort Lone LLC itu adalah berita yang diturunkan Koran Tempo pada 19 Juli 2017 dengan judul Saksi Pegang Bukti Keterlibatan Setya. Redaksi Tempo menyebut kontak pertama dengan Marliem terjadi pada 27 April 2017. Sebelumnya, Koran Tempo menurunkan beberapa laporan tentang piutang Biomort Lone LLC dalam proyek e-KTP.

Advertisement

“Begitu Maret terbit, setelah itu pada 27 April, Pak Johan [Johannes Marliem] melalui aplikasi Iphone menghub reporter Tempo. Dia bilang ‘saya bisa membuat Anda menulis buku tentang proyek e-KTP’,” kata Pemimpin Redaksi Koran Tempo, Budi Setyarso, dalam wawancara live yang ditayangkan Kompas TV, Senin (14/8/2017) malam.

Komunikasi pun berjalan terus dan Marliem memberikan berbagai informasi, namun semuanya harus di-croscheck dan tidak bisa langsung diberitakan. Kebetulan, pada Juli 2017 saat sidang kasus korupsi e-KTP berjalan, Koran Tempo menurunkan berita berjudul KPK Kejar Bukti Keterlibatan Setya Novanto ke Amerika. Saat itu, Johannes kembali menghubungi redaksi.

“Kami menuliskan berita KPK pergi ke AS untuk menemukan bukti keterlibatan SN. Lalu Pak Johan menghubungi lagi bahwa dia puya semuanya, yang kemudian dinyatakan 500 GB itu, melalui komunikasi teks,” kata Budi.

Advertisement

Atas tawaran itu, Tempo kemudian meminta Johannes untuk melakukan wawancara audio visual karena belum pernah bertemu secara fisik. Johannes pun bersedia sehingga Tempo bisa memperoleh gambar wajahnya. “Kami meng-capture layar HP dan kelihatan wajahnya, kami kirimkan ke orang-orang yang mengenal wajahnya. Lalu kami wawancara selama 2 jam.”

Seusai wawancara itu, kata Budi, Tempo kembali meyakinkan kepada Johannes apakah informasinya bisa dipublikasikan. “Dia bilang ‘tulis saja’,” tutur Budi menirukan ucapan Johannes.

Pada 19 Juli, laporan itu diterbitkan dan kemudian dikritik oleh Johannes. Atas respons tersebut, Budi menekankan bahwa pihaknya bukan yang secara aktif meminta informasi sejak awal. “Yang menghubungi pertama kali Tempo adalah Pak Johan sendiri. Kami punya rekaman dari awal sampai akhir. Kalau kita dituduh membocorkan rahasia, itu agak berseberangan.”

Budi menduga, protes itu dilakukan karena berita Tempo tidak seperti yang diharapkan Johannes. Pasalnya, Johannes berkepentingan dengan piutang perusahaannya dalam proyek tersebut yang kabarnya mencapai Rp800 miliar. “Mungkin angel-nya yang tidak sesuai harapan, karena dia ingin soal piotang Biomorf yang diangkat.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif