Kolom
Jumat, 11 Agustus 2017 - 06:00 WIB

GAGASAN : Isu Kemiskinan di Jawa Tengah

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi warga miskin (JIBI/Solopos/Dok.)

Gagasan ini dimuat Harian Solopos edisi Selasa (8/8/2017). Esai ini karya Edy Purwo Saputro, dosen di Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta. Alamat e-mail penulis adalah E.Purwo.Saputro@ums.ac.id. 

Solopos.com, SOLO–Pemilihan gubernur Jawa Tengah 2018 telah memanas dengan munculnya sejumlah kandidat dari sejumlah partai politik. Spanduk sejumlah kandidat telah terpampang di sebagian ruas jalan di Jawa Tengah.

Advertisement

Edy Purwo Saputro (Istimewa)

Meski belum mendapat restu dari partai politik manapun, sejumlah  kandidat sudah berani menjual diri untuk merebut simpati publik pada pemilihan gubernur 2018 mendatang. Terkait hal ini, Jawa Tengah merupakan salah satu target penting bagi partai politik untuk menguji kekuatan menjelang pemilihan presiden 2019.

Artinya, Jawa Tengah bersama Jawa Timur dan Jawa Barat menjadi barometer untuk pemanasan mesin partai politik menjelang pemilihan presiden. Pemetaan sejumlah isu juga mulai dilakukan dan salah satunya yang bisa dijual adalah isu tentang kemiskinan.

Advertisement

Kemiskinan nasional juga berimbas ke daerah dan Jawa Tengah adalah salah satunya. Data Badan Pusat Statistik menjelaskan jumlah penduduk miskin per Maret 2017 mencapai 27,77 juta orang atau10,64% dari total jumlah penduduk. Ini meningkat dibanding September 2016, yaitu 27,76 juta orang atau 10,70% dari total penduduk Indonesia.

Aspek dominan fenomena ini yaitu kontribusi beras sehingga stabilisasi harga beras menjadi penting. Kasus beras oplosan yang digerebek Satuan Tugas Pangan menjadi ironi. Kemiskinan di perkotaan per Maret 2017 adalah 7,72%. Pada September 2016 kemiskinan di perkotaan 7,73%. Sedangkan kemiskinan di perdesaan per Maret 2017 adalah 13,93%. Pada September 2016 kemiskinan di perdesaan sebesar 13,96%.

Selanjutnya adalah: Kemiskinan di perdesaan dan perkotaan…

Advertisement

Perdesaan dan Perkotaan

Kemiskinan di perdesaan dan perkotaan memberikan gambaran ketimpangan dan sebaran kue pembangunan. Data menunjukan periode September 2016-Maret 2017 jumlah penduduk miskin di perkotaan naik 188.190 orang, yaitu dari 10,49 juta orang pada September 2016 menjadi 10,67 juta orang pada Maret 2017.

Jumlah pendudukn miskin di perdesaan turun 181.290 orang, yaitu dari 17,28 juta pada September 2016 menjadi 17,10 juta orang pada Maret 2017. Kemiskinan di Jawa Tengah sebesar 13,19% dari jumlah penduduk. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, mengakui jumlah ini termasuk tinggi sehingga perlu penanganan bersama dengan melibatkan koordinasi provinsi, kabupaten/kota, dan desa/kelurahan.

Argumentasi yang mendasari adalah karena pemerintah desa/kelurahan lebih mengetahui detail persoalan kemiskinan di wilayahnya. Artinya, koordinasi secara bottom up lebih efektif dibanding dengan model top down dengan mengacu pemetaan persoalan kemiskinan di daerah, termasuk juga orientasi skala prioritas penanganannya.

Advertisement

Apakah otonomi daerah gagal? Era otonomi daerah adalah peningkatan kesejahteraan dengan penciptaan produk unggulan berbasis sumber daya lokal. Alokasi dana pembangunan di daerah sebenarnya terus meningkat. Pada 2012 transfer dana ke daerah senilai Rp480,6 triliun, pada 2015 menjadi Rp573,7 triliun.

Sedangkan sejak 2015 juga ditambah dana desa sehingga transfer dana ke daerah menjadi Rp623,1 triliun yang terdiri transfer dana ke daerah Rp602,4 triliun dan dana desa Rp20,8 triliun. Pada 2016 naik menjadi Rp776,3 triliun terdiri dana transfer daerah Rp729,3 triliun dan dana desa Rp47 triliun.

Pada 2017 menjadi Rp764,9 triliun yang terdiri dana transfer ke daerah Rp704,9 triliun plus dana desa Rp60 triliun. Artinya dana desa terus meningkat setiap tahun, yaitu pada 2015 senilai Rp20,8 triliun, pada  2016 naik menjadi Rp.47 triliun, dan pada 2017 menjadi Rp60 triliun.

Salah kaprah otonomi daerah yang fokus ke aspek politik dengan pemekaran daerah justru mengancam stabilitas, termasuk kemunculan dinasti politik dan terungkapnya korupsi kepala daerah. Hal ini memicu kekhawatiran terkait alokasi dana desa. Operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tidak bisa memicu efek jera kepala daerah untuk korupsi, termasuk juga korupsi yang melibatkan istri kepala daerah.

Advertisement

Oleh karena itu beralasan jika pada era otonomi daerah justru terjadi antiklimaks, yaitu pemekaran daerah dan korupsi kepala daerah. Pada periode Januari-Juni 2017 ada 14 kepala daerah tersangkut korupsi dan diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi.

Selanjutnya adalah: Sejumlah kepala daerah tersangkut korupsi…

Kepala Daerah

Di Jawa Tengah juga ada sejumlah kepala daerah tersangkut korupsi. Di satu sisi fakta ini mencederai kepercayaan publik, sementara di sisi lain dana yang dikorupsi tersebut sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk memacu ekonomi daerah sehingga mereduksi kemiskinan dan pengangguran yang meningkatkan kesejahteraan.

Kemiskinan di Jawa Tengah dipengaruhi faktor kecukupan pangan dan ini sinkron dengan kasus nasional, yaitu faktor beras dan inflasi karena faktor pangan juga masih dominan. Data Badan Pusat Statistik membuktikan periode2011-2016 sektor pangan menjadi pemicu kemiskinan di perkotaan sebesar 17,8% dan di perdesaan 21,55%.

Advertisement

Konsumsi rokok adalah yang utama setelah beras, yaitu 10,72% di perkotaan dan 8,44% di perdesaan. Fakta ini semakin ironis ketika penduduk miskin lebih mementingkan rokok dibanding beras untuk makan. Fokus penanganan kemiskinan di Jawa Tengah tidak bisa terlepas dari pemetaan 15 daerah yang menurut Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menjadi skala prioritas.

Kabupaten Sragen termasuk salah satu daerah zona merah. Kemiskinan di Jawa Tengah termasuk tinggi setelah Jawa Timur tetapi masih lebih rendah dibanding Jawa Barat. Kemiskinan memang masih dominan di Jawa. Artinya, kemiskinan di Jawa Tengah jangan sampai menjadi isu strategis menyambut pemilihan kepala daerah serentak 2018 tapi justru abai dengan komitmen pengentasannya.

Pemilihan gubernur Jawa Tengah 2018 tinggal sebentar lagi dan ada banyak isu yang bisa dijual untuk meraih suara. Ancaman kemiskinan merupakan salah satu isu krusial yang menarik dikaji, terutama bagi para kandidat yang akan bertarung merebut suara di pemilihan gubernur Jawa Tengah 2018.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif