Teknologi
Rabu, 19 Juli 2017 - 00:00 WIB

Buntut Pemblokiran Telegram, Kemenkominfo Dituding Tak Punya Aturan Jelas

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (newsinitiative.org)

Kemenkominfo dituding belum punya aturan jelas terhadap provider layanan aplikasi yang berujung pemblokiran Telegram.

Solopos.com, JAKARTA — International Data Corporation (IDC) menuding aturan main layanan over the top (OTT) baik lokal maupun global belum jelas. Hal itu dinilai membuat ?provider Telegram menjadi salah satu korban pemblokiran oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).

Advertisement

Associate Market Analyst dari IDC Indonesia, Risky Febrian, mengatakan pemblokiran ?yang dilakukan Kemenkominfo terhadap layanan Telegram dinilai sebagai langkah mundur pemerintah di era teknologi dan informasi. Menurutnya, sebelum melakukan pemblokiran, seharusnya pemerintah terlebih dulu memperjelas regulasi untuk para pemain layanan OTT.

“IDC mendukung penuh upaya pemerintah Indonesia untuk melindungi keamanan nasionalnya, tetapi dengan pemblokiran tersebut jelas menunjukkan langkah mundur dari pemerintah, ketika belum adanya kejelasan mengenai regulasi layanan OTT,” tuturnya di Jakarta, Selasa (18/7/2017).

Advertisement

“IDC mendukung penuh upaya pemerintah Indonesia untuk melindungi keamanan nasionalnya, tetapi dengan pemblokiran tersebut jelas menunjukkan langkah mundur dari pemerintah, ketika belum adanya kejelasan mengenai regulasi layanan OTT,” tuturnya di Jakarta, Selasa (18/7/2017).

?Dia menilai salah satu kesalahan fatal yang menjadi penyebab layanan Telegram diblokir adalah komunikasi yang buruk antara pemerintah dan pihak Telegram. Menurutnya, jika pemerintah memperjelas regulasi pemain OTT seperti mengharuskan membuat kantor perwakilan di Indonesia, maka pemblokiran tersebut tidak akan terjadi.

“?Tidak adanya kantor perwakilan Telegram di Indonesia turut berkontribusi terhadap buruknya proses komunikasi antara kedua pihak. Namun di sisi lain, tidak ada regulasi yang mengatur bahwa penyedia layanan OTT harus membuka kantor perwakilan di Indonesia,” katanya.

Advertisement

?”Penyedia layanan OTT bisa membangun kerja sama dengan perusahaan telekomunikasi lokal untuk bertindak sebagai perwakilan mereka di Indonesia jika mereka tidak mau punya kantor perwakilan di Indonesia,” ujarnya.

Dia berharap ke depan pemerintah dan layanan OTT baik lokal maupun global dapat meminimalisir kesalahpahaman yang terjadi, sehingga kasus pemblokiran yang terjadi pada Telegram, tidak terulang kembali di kemudian hari.

“?Pemerintah juga dapat mempertimbangkan untuk membentuk badan independen yang bertindak sebagai dewan penasihat untuk memonitor dan merencanakan keseluruhan adopsi ICT di Indonesia. Sebagai contoh dapat dilihat dari langkah pemerintah Singapura dalam pembentukan badan GovTech?,” tuturnya.

Advertisement

?Senada disampaikan ?Research Manager IDC Indonesia, Mevira Munindra yang mengatakan pemerintah harus memperjelas aturan main layanan OTT di Indonesia. Menurutnya, jika layanan OTT sudah jelas, maka seluruh pelaku OTT mendapatkan kepastian dalam menjalankan bisnisnya di Tanah Air.

“Memang harus diperjelas dulu regulasinya ya. Soalnya sampai sekarang regulasinya seperti masih mengambanh sehingga pemain OTT juga belum mendapatkan kepastian bisnis di sini,” katanya.

Menurutnya, fitur Bot dan Kanal ya?ng ada pada layanan Telegram dinilai telah menjadi fitur yang paling populer digunakan oleh pengguna karena memiliki tingkat privasi dan keamanan yang tinggi. Kendati demikian, fitur tersebut ternyata telah disalahgunakan oleh teroris untuk melakukan komunikasi dan merancang strategi.

Advertisement

“Jadi langkah berikutnya, Telegram dan pemerintah harus membangun komunikasi yang baik. Selain itu, Telegram dan pemerintah juga dapat membangun skema yang tepat untuk penyalahgunaan fitur Telegram di masa yang akan datang,” ujarnya.

Advertisement
Kata Kunci : Pemblokiran Telegram
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif