News
Rabu, 21 Juni 2017 - 16:00 WIB

Ironis! Pernah Bikin Pakta Anti-Korupsi, Gubernur Bengkulu Terima Setoran Proyek

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti (kedua kiri) dikawal petugas KPK saat diamankan ke Gedung KPK, Jakarta, Selasa (20/6/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Hafidz Mubarak A)

Tak ada yang menyangka, Gubernur Bengkulu yang pernah membuat pakta integritas anti-korupsi, belakangan diduga terima setoran fee proyek.

Solopos.com, JAKARTA — Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti disinyalir meminta setoran 10% dari setiap proyek yang dikerjakan di provinsi tersebut dan dibantu oleh istrinya, Lili Martiani Maddari.

Advertisement

Temuan ini cukup mengagetkan komisi antirasuah. Pasalnya, sewaktu dilantik tahun lalu, sang gubernur berinisiatif agar daerahnya disupervisi oleh komisi tersebut. Tidak hanya itu, dia juga berinisiatif membuat pakta integritas untuk membersihkan Bengkulu dari korupsi.

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan Ridwan Mukti dan istrinya serta dua orang lainnya yakni seorang pengusaha bernama Rico Dian Sari dan Direktur PT SMS Jhoni Wijaya dibekuk terkait pemberian suap oleh pemenang tender kepada gubernur melalui istrinya.

Advertisement

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengatakan Ridwan Mukti dan istrinya serta dua orang lainnya yakni seorang pengusaha bernama Rico Dian Sari dan Direktur PT SMS Jhoni Wijaya dibekuk terkait pemberian suap oleh pemenang tender kepada gubernur melalui istrinya.

Menurutnya, berdasarkan hasil gelar perkara, PT SMS merupakan pemenang tender untuk dua proyek peningkatan jalan di Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu. Mereka sepakat bahwa dana 10% dari setiap proyek akan diberikan kepada gubernur melalui istrinya. “PT SMS menjanjikan fee 10% untuk dua proyek atau sebesar Rp4,75 miliar,” paparnya, Rabu (21/6/2017).

Dia menjelaskan, Ridwan dan istrinya diduga dibantu oleh Rico Dian Sari yang merupakan seorang pengusaha sekaligus Bendahara DPRD Golkar Bengkulu yang menyelenggarakan berbagai pertemuan antara pengusaha pemenang tender. Dalam pertemuan itu, setiap pengusaha diminta fee yang akan dibayarkan setelah pengerjaan proyek dilakukan.

Advertisement

Dia juga mengatakan pihaknya akan mengevaluasi kegiatan koordinasi dan supervisi khususnya menyangkut pengadaan barang dan jasa secara elektronik di Bengkulu. Sejauh ini sistem pengadaan secara elektronik tersebut dapat dijebol dengan cara melakukan kolusi antarsesama pengusaha atau antara pengusaha dengan panitia lelang.

Komisioner KPK lainnya, Saut Situmorang, mengatakan penangkapan terhadap para tersangka bermula ketika pada Senin (20/6/2017) pagi, diduga Jhoni Wijaya mendatangi kantor Rico Dian Sari dan menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar yang dikemas di dalam kardus berukuran A4.

Uang tersebut kemudian dibawa ke rumah Ridwan Mukti dan diterima oleh Lili Martiani Maddari. Setelah meninggalkan rumah gubernur, Rico kemudian dibekuk oleh petugas KPK yang telah mengintai sebelumnya. Rico kemudian digelandang ke rumah gubernur dan petugas mengamankan Lili beserta uang Rp1 miliar dalam bentuk pecahan Rp100.000 yang telah disimpan dalam brankas.

Advertisement

“Setelah itu petugas mendatangi kantor JHW dan mengamankan pula uang sebesar Rp260 juta dalam bentuk pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 dan membawa JHW ke Polda Bengkulu menyusul LMM dan RDS. Setelah itu gubernur datang ke Polda dan pada siang harinya mereka dibawa ke Jakarta,” paparnya.

Dia mengatakan untuk memudahkan penyidikan, sejauh ini tim penyidik telah melakukan penyegelan di tiga tempat yang berbeda yakni ruang kerja dan rumah tinggal gubernur, serta kantor PT SMS.

Menurut Saut, Jhoni Wijaya selaku pemberi dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b atau Pasal 13 Undang-undang (UU) No 31/1999 sebagaimana telah diperbaharui dalam UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke – KUHP. Sementara itu Ridwan Mukti, Lili Mariani Maddari dan Rico Dian Sari yang merupakan penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a dan b atau Pasal 11 UU No. 31/1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Advertisement

Dia mengatakan sesering apapun kegiatan seremonial pemberantasan korupsi sebagaimana yang dilakukan oleh Provinsi Bengkulu melalui penandatangan pakta integritas, tidak akan bermanfaat jika tidak ada integritas yang kuat dari para penyelenggara negara.

“Tidak ada jaminan pola korupsi seperti yang terjadi di Bengkulu ini tidak terjadi di daerah-daerah lain. Jadi segeralahhHentikan supaya indeks persepsi korupsi pada angka 50 bisa tercapai. Kami akan lakukan berbagai hal untuk itu,” pungkasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif