News
Kamis, 15 Juni 2017 - 18:00 WIB

Akan Dipanggil Pansus Angket, Ini Sikap Pimpinan KPK

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ketua Pansus Angket KPK Agun Gunandjar (kedua kiri) didampingi Risa Mariska, dan Taufiqulhadi berbincang dengan anggota pansus Masinton Pasaribu (kedua kiri) sebelum rapat perdana di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (8/6/2017). (JIBI/Solopos/Antara/M Agung Rajasa)

Pimpinan KPK hingga kini belum menerima panggilan dari Pansus Angket KPK di DPR.

Solopos.com, JAKARTA — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menyatakan kajian terkait hak angket yang dibahas dengan para ahli hukum telah rampung.

Advertisement

“Kajian dari pakar sudah lengkap, kami setuju dengan itu. Semua yang dianggap dan ditemukan oleh pakar terkait kajian hak angket itu sudah sesuai dengan pemikiran KPK,” kata Syarif di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (15/6/2017).

Namun, kata dia, KPK belum menentukan sikap apakah akan hadir dalam pembahasan hak angket tersebut di DPR karena belum menerima surat secara resmi. “Sikap terhadap hak angket itu, kalau kami sudah mendapat surat dari sana. Kami belum mendapatkan sampai hari ini dari DPR,” ucap Syarif.

Sebelumnya, Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menilai pembentukan Panitia Khusus Hak Angket DPR yang ditujukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), cacat hukum.

Advertisement

“Cacat hukum karena tiga hal. Pertama, subjeknya keliru. Kedua, objeknya keliru. Dan yang ketiga, prosedurnya salah,” kata Ketua Umum DPP APHTN-HAN Mahfud MD saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/6/2017).

Soal subjeknya yang keliru, Mahfud mengatakan secara historis hak angket itu hanya dimaksudkan untuk pemerintah. “Dulu kan pertama kali di Inggris itu untuk pemerintah. Lalu di Indonesia diadopsi pada 1950 ketika sistem parlementer untuk keperluan mosi tidak percaya kepada pemerintah lalu diadopsi UUD. Hak angket itu tetap konteksnya pemerintah, karena tidak mungkin DPR mengawasi yang bukan pemerintah,” tuturnya.

Selanjutnya terkait objeknya yang keliru, ia menilai bahwa Pasal 79 ayat 3 UUg MD3 menyebutkan hak angket adalah untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah. Dalam hal ini, KPK bukan lembaga pemerintah.

Advertisement

“Disebutkan dipenjelasannya bahwa pemerintah mulai dari Presiden, Wakil Presiden, para Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, dan lembaga pemerintah nonkementerian. Basarnas, LIPI, Wantimpres itu lembaga pemerintah nonkementerian. Tetapi, di luar itu, seperti KPK, bukan lembaga pemerintah,” kata Mahfud.

Terakhir menyangkut masalah prosedur, Mahfud menyatakan prosedur pembuatan Pansus Hak Angket itu diduga kuat melanggar undang-undang. “Karena pertama menurut yang disiarkan di media massa pada waktu itu dipaksakan prosedurnya. Ketika itu masih banyak yang tidak setuju tiba-tiba diketok. Seharusnya di dalam keadaan belum bulat suaranya mestinya kan divoting ditanya dulu, nah itu dianggap sebagai manipulasi persidangan,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif