News
Rabu, 14 Juni 2017 - 18:30 WIB

Mahfud MD dkk Sebut Pansus Angket KPK Cacat Hukum

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem Taufiqulhadi (kanan) memberikan surat usulan pengajuan hak angket KPK kepada Fahri Hamzah selaku pimpinan DPR dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4/2017).(JIBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Ketua APHTN-HAN Mahfud MD menilai Pansus Hak Angket KPK cacat hukum.

Solopos.com, JAKARTA — Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) menilai pembentukan Panitia Khusus Hak Angket DPR yang ditujukan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), cacat hukum.

Advertisement

“Cacat hukum karena tiga hal. Pertama, subjeknya keliru. Kedua, objeknya keliru. Dan yang ketiga, prosedurnya salah,” kata Ketua Umum DPP APHTN-HAN Mahfud MD saat konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (14/6/2017).

Soal subjeknya yang keliru, Mahfud mengatakan secara historis hak angket itu hanya dimaksudkan untuk pemerintah. “Dulu kan pertama kali di Inggris itu untuk pemerintah. Lalu di Indonesia diadopsi pada 1950 ketika sistem parlementer untuk keperluan mosi tidak percaya kepada pemerintah lalu diadopsi UUD. Hak angket itu tetap konteksnya pemerintah, karena tidak mungkin DPR mengawasi yang bukan pemerintah,” tuturnya.

Selanjutnya terkait objeknya yang keliru, ia menilai bahwa Pasal 79 ayat 3 UUg MD3 menyebutkan hak angket adalah untuk menyelidiki pelaksanaan undang-undang dan/atau kebijakan pemerintah. Dalam hal ini, KPK bukan lembaga pemerintah.

Advertisement

“Disebutkan dipenjelasannya bahwa pemerintah mulai dari Presiden, Wakil Presiden, para Menteri, Jaksa Agung, Kapolri, dan lembaga pemerintah nonkementerian. Basarnas, LIPI, Wantimpres itu lembaga pemerintah nonkementerian. Tetapi, di luar itu, seperti KPK, bukan lembaga pemerintah,” kata Mahfud.

Terakhir menyangkut masalah prosedur, Mahfud menyatakan prosedur pembuatan Pansus Hak Angket itu diduga kuat melanggar undang-undang. “Karena pertama menurut yang disiarkan di media massa pada waktu itu dipaksakan prosedurnya. Ketika itu masih banyak yang tidak setuju tiba-tiba diketok. Seharusnya di dalam keadaan belum bulat suaranya mestinya kan divoting ditanya dulu, nah itu dianggap sebagai manipulasi persidangan,” kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu.

Menurut dia, Pansus Hak Angket itu juga terkesan dipaksakan karena baru ada tujuh fraksi di DPR yang mengirimkan wakilnya. “Padahal menurut Pasal 201 Ayat 3 UU MD3 harus semua fraksi ada di dalam panitia itu. Kalau itu dipaksakan, berarti juga melanggar prosedura,” ucap Mahfud.

Advertisement

Konferensi pers itu dihadiri Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, Juru Bicara KPK Febri Diansyah, dan pakar hukum Universitas Andalas Padang Yuliandri.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif