Soloraya
Kamis, 18 Mei 2017 - 23:35 WIB

TRANSPORTASI SOLO : Layanan Uber di Solo, dari Order Palsu hingga Tunggu Bonus

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi taksi Uber (townhall.com)

Seorang pengemudi taksi Uber menceritakan pengalamannya selama beroperasi di Solo.

Solopos.com, SOLO — Ada empat mobil yang terdeteksi dalam jangkauan saat Solopos.com memesan layanan UberX (mobil) melalui aplikasi Uber di Gedung Rektorat Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Kelurahan Jebres, Laweyan, Solo, Kamis (18/5/2017) pukul 08.21 WIB.

Advertisement

Tidak membutuhkan waktu lama, setelah Solopos.com mengetuk pilihan “PESAN UBERX”, aplikasi Uber menampilkan informasi ada pengemudi yang sedang menuju ke lokasi penjemputan.

Selain nama pengemudi, aplikasi Uber juga menampilkan informasi mengenai rating (penilaian), pelat nomor mobil, hingga tipe mobil yang digunakan pengemudi tersebut. Bukan hanya itu, di bagian map tersaji lokasi keberadaan pengemudi dan waktu perkiraan yang dibutuhkan pengemudi untuk menuju lokasi penjemputan. (Baca juga: Ratusan Sopir Taksi Demo di Balai Kota Menolak Uber)

Advertisement

Selain nama pengemudi, aplikasi Uber juga menampilkan informasi mengenai rating (penilaian), pelat nomor mobil, hingga tipe mobil yang digunakan pengemudi tersebut. Bukan hanya itu, di bagian map tersaji lokasi keberadaan pengemudi dan waktu perkiraan yang dibutuhkan pengemudi untuk menuju lokasi penjemputan. (Baca juga: Ratusan Sopir Taksi Demo di Balai Kota Menolak Uber)

Setelah lima menit menunggu, pengemudi Uber berinisial AR tiba di Rektorat UNS menjemput Solopos.com yang memesan UberX untuk menuju ke Pasar Klewer. Solopos.com dikenai tarif Rp16.500 dari Rektorat UNS Solo menuju Pasar Klewer.

Jumlah uang yang diminta pengemudi AR setelah sampai di Pasar Klewer tersebut tidak jauh berbeda dengan angka perkiraan tarif yang dimunculkan aplikasi Uber saat Solopos.com mengisi kolom “Masukkan lokasi penjemputan” dan “Mau ke mana?”, yakni Rp16.945,20.

Advertisement

AR menambahkan sudah lumayan banyak penumpang yang bisa dia layani dengan memanfaatkan aplikasi Uber sejak Jumat (12/5/2017) lalu. Dia bisa mengangkut penumpang untuk 5 sampai 10 perjalanan. AR mengaku tidak terlalu untung jika hanya mengandalkan pemasukan dari uang pemberian penumpang sesuai tarif yang ditetapkan pengelola Uber.

Dia juga mengejar perolehan point atau bonus yang diberikan pengelola Uber jika mendapat penilaian bagus dari penumpang. “Persentase pembagian pendapatan dengan perusahan kami kena 25%. Jadi setiap trip, 75% masuk driver. Kalau mengandalkan pemasukan hanya dari penumpang, saya dapat uang pas-pasan untuk beli bensin, ganti oli, perawatan mesin, dan ban. Masih bersyukur penumpang bayar pakai uang tunai. Kalau ada penumpang bayar pakai kartu kredit atau debit, driver enggak punya pegangan langsung. Yang dikejar driver sebenarnya kan bukan hanya uang dari penumpang, tapi juga bonus dari Uber,” terang AR.

AR menyesalkan ada penolakan operasional Uber dari pengemudi taksi di Solo. Menurut dia, sudah saatnya pengemudi taksi juga memanfaatkan aplikasi online agar makin mudah diakses masyarakat atau calon penumpang.

Advertisement

AR bercerita sejak mulai beroperasi, dirinya kerap menerima order palsu. Saat sudah menuju lokasi penjemputan, ternyata dirinya tidak menemukan sosok pemesan layanan UberX. Dia kesal karena nomor yang terhubung dalam akun pemesan tiba-tiba tidak bisa dihubungi lagi setelah dijemput dirinya.

“Sering ada yang tidak bisa lagi ditelepon. Padahal saya sudah jauh-jauh jemput ke lokasi penjemputan. Saya tidak mau menuduh. Tapi sekarang memang ada pihak yang tidak setuju dengan keberadaan Uber di Solo. Enaknya, kami kan bisa lapor ke Uber. Akun yang memesan tapi tidak jelas itu bisa diblok sehingga nanti susah jika ingin bikin akun baru. Bikin akun di Uber kan tidak bisa asal,” jelas AR.

Berdasarkan informasi yang dia peroleh, AR menyebut sedikitnya sudah ada 200 orang yang mendaftar sebagai driver UberX di Solo. Menurut dia, kebanyakan pengemudi layanan UberX berangkat dari usaha rental mobil.

Advertisement

Namun, tidak jarang ada juga pengemudi yang punya pekerjaan lain atau menganggap menjadi driver Uber hanya sebagai usaha sampingan seperti dirinya. AR mengatakan beberapa mahasiswa juga telah mendaftar menjadi pengemudi UberX.

“Mahasiswa banyak yang gabung. Awalnya pada mengeluh karena harus mengeluarkan modal. Tapi kan dijelaskan itu celengan. Setelah sepekan, kami dapat upah dan lain-lain. Kemarin saya ketemu ada pegawai bank juga yang daftar. Di Uber kan boleh narik penumpang kapan saja. Kalau mau, setelah pulang kantor juga bisa. Sekarang paling yang online [siap melayani penumpang] rutin baru 20 pengemudi. Padahal ada 200 orang yang daftar Uber,” jelas AR yang melayani penumpang dengan mobil milik sendiri tersebut.

Coba-Coba

Pengemudi Uber lainnya, SY, mengaku baru sebatas coba-coba menjadi pengemudi Uber. Dia baru resign dari perusahaan tempatnya bekerja. Laki-laki paruh baya tersebut memanfaatkan waktu luang dengan menjadi pengemudi Uber.

SY yang berasal dari Kelurahan Pajang, Laweyan, itu akan melihat sejauh mana keuntungan menjadi pengemudi Uber selama sebulan ke depan. Jika menguntungkan dia berencana membeli mobil untuk disewakan kepada orang lain dan bergabung dengan Uber.

“Kebetulan saya baru resign. Terus saya diajak teman gabung Uber. Lihat dulu lah sebulan ke depan. Kalau ternyata untung, saya upayakan bisa beli mobil baru untuk disewakan. Sepekan setelah berjalan ini kan belum kelihatan untung tidaknya. Pendapatan dari penumpang pas-pasan. Apalagi setiap pekan driver juga ditarik Rp25.000 untuk koperasi JTUB [Jasa Trans Usaha Bersama]. Kami sekarang kan tunggu bonus juga dari Uber,” jelas AY saat berbincang dengan Solopos.com di perjalanan menuju UNS dari Masjid Agung, Kamis.

Saat dimintai tanggapan, Pengamat Transportasi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Syafi’i, menerangkan sesuai regulasi pemerintah, penyedia layanan angkutan umum berbasis dalam jaringan (daring/online) Uber seharusnya menggandeng perusahaan taksi yang telah tersedia. Soal implementasi ketentuan tersebut mudah dilakukan atau tidak, menurut dia, Pemerintah Kota (Pemkot) Solo perlu memfasilitasi antara penyedia aplikasi online dengan perusahan taksi.

“Di aturan pemerintah pusat dijelaskan, pemda bisa mengatur. Tinggal bagaimana pemda merestui apa tidak? Perlu dikompromikan dengan taksi yang ada dan penyedia aplikasi online, bukan hanya Uber. Perlu aturan dan kesepakatan yang jelas. Menurut saya, taksi yang ada juga melakukan peningkatan baik dari sisi online maupun pelayananan. Misalnya saya pernah telepon, ternyata lama sekali taksi datang. Jadi kurang nyaman. Meski Uber juga belum tentu nyaman. Tapi Uber setidaknya ada report di kantor Uber,” jelas Syafi’i.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif