News
Rabu, 17 Mei 2017 - 10:45 WIB

SOLOPOS HARI INI : Soloraya Hari Ini: Jalan Rusak, 35 Km Butuh 2,5 Jam

Redaksi Solopos.com  /  Rohmah Ermawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Soloraya Hari Ini edisi Rabu 17 Mei 2017

Berita halaman Soloraya Harian Umum Solopos hari ini, Rabu (17/5/2017), mengabarkan tentang jalan rusak di Sragen hingga bakti sosial HUT ke-20 Solopos.

Solopos.com, SOLO – Warga Desa Gilirejo Baru, Kecamatan Miri, Sragen menagih komitmen Pemerintah Kabupaten Sragen untuk memperbaiki jalan rusak sepanjang 7 km di desa tersebut. Akibat kerusakan jalan tersebut, jarak 35 km dari kota Sragen ke desa tersebut bisa menghabiskan waktu tempuh 2,5 jam.

Advertisement

Berita mengenai jalan rusak di Sragen itu menjadi salah satu berita di halaman Soloraya  Harian Umum Solopos, Rabu (17/5/2017). Selain itu ada berita tentang bakti sosial HUT ke-20 Solopos, kemudian berita tentang produksi padi yang hilang lebih dari Rp2 triliun per tahun, dan kasus penipuan yang menyebabkan 19 ABG asal Indramayu telantar di Boyolali.

JALAN RUSAK: 35 Km Butuh 2,5 Jam

Warga Desa Gilirejo Baru, Kecamatan Miri, Sragen, menagih komitmen Pemerintah Kabupaten Sragen untuk memperbaiki kerusakan jalan sepanjang 7 km di desa itu.

Advertisement

Pemkab juga berjanji membangun jembatan penghubung desa terpencil ini dengan Desa Gilirejo Lama. Kepala Desa Gilirejo Baru, Hartono, mengatakan Desa Gilirejo Baru dan Kota Sragen hanya berjarak 35 km. Meski begitu, jarak itu ditempuh hingga 2,5 jam perjalanan dengan menggunakan sepeda motor. Kondisi ini lantaran desa terpencil yang diapit oleh Waduk Kedung Ombo dan hutan Perhutani ini hanya bisa dijangkau melalui jalur Sragen-Gemolong-Kacangan (Boyolali)-Gilirejo Baru.

Berdasar pengamatan Espos, Selasa (16/5), permukaan jalan menuju Desa Gilirejo Baru kebanyakan masih berupa bebatuan. Aspal jalan yang pernah ada sudah mengelupas seiring berjalannya waktu. Sebagian permukaan jalan berupa tanah cadas yang bergelombang.

Beberapa kendaraan roda empat terlihat kesulitan melintasi jalan itu. Mereka harus melambatkan laju kendaraan karena parahnya kerusakan jalan. Pengguna jalan kerap dibuat kaget dengan suara benturan antara bagian bawah kendaraan dengan permukaan jalan yang bergelombang.

”Itu adalah jalur utama menuju desa ini. Desa ini seperti terisolasi karena kondisi jalan sudah sangat memprihatinkan. ” ujar Hartono kala Espos ditemui di balai desa tersebut.

Advertisement

Simak selengkapnya: http://epaper.solopos.com/

BAKSOS SOLOPOS: Berhenti Beli Beras untuk Dua Pekan

Wajah Suginem, 55, semringah. Setelah menunggu hampir dua jam lamanya, akhirnya wanita asal Desa Gilirejo Baru, Kecamatan Miri, Sragen, itu bisa menukarkan kupon miliknya dengan sembako. Suginem bisa membawa pulang 4 kg beras, gula pasir, dan mi telor dalam acara Bakti Sosial (Baksos) yang digelar Solopos yang akan berulang tahun ke-20, di Balai Desa Gilirejo Baru, Selasa (16/5).

”Alhamdulillah, beras ini bisa digunakan untuk dua pekan ke depan. Di desa ini, beras harus membeli. Sawah kami sudah disulap menjadi waduk [Kedung Ombo]. Lahan yang tersisa hanya cocok ditanami palawija seperti jagung dan kacang-kacangan,” ujar Suginem kala berbincang dengan Espos.

Advertisement

Lantaran tidak ada lahan produktif untuk ditanami padi, mau tidak mau warga harus membeli beras. Di desa itu terdapat pasar tradisional yang hanya dihuni belasan pedagang. Pasar itu biasa dibuka pada hari pasaran Pon dan Legi. ”Pasar itu buka pagi. Agak siang sedikit sudah tutup. Di pasar ini, kami biasa membeli beras dan kebutuhan pokok lainnya,” terang Subandi, 60, warga Dusun Dondong Timur, RT 002, Desa Gilirejo Baru.

Gilirejo Baru merupakan salah satu desa di Kecamatan Miri yang cukup terpencil. Desa ini lahir karena proyek pembangunan Waduk Kedung Ombo (WKO) pada zaman Orde Baru. Usia desa ini bisa dibilang muda. Pemekaran Desa Gilirejo menjadi Gilirejo Lama dan Gilirejo Baru baru mendapat persetujuan Kementerian Dalam Negeri pada 2002.

“Proyek WKO menenggelamkan separuh Desa Gilirejo pada 1987. Sekitar 400 keluarga kemudian mencari tempat berlindung. Jarak lokasi baru dengan desa asal kurang dari tujuh kilometer yang dipisahkan oleh WKO,” kata Kepala Desa Gilirejo Baru, Hartono.

Simak selengkapnya: http://epaper.solopos.com/

Advertisement

PENGOLAHAN PADI: Produksi Padi Hilang Lebih Dari Rp2 T/Tahun

Dinas Pertanian dan Perkebunan Jateng mencatat kehilangan produksi pada penggilingan padi selama 2015 mencapai sekitar Rp2,53 triliun atau setara dengan puso di 60.024 hektare (ha) sawah.

Penghitungan itu mengacu pada tingkat kehilangan produksi selama setahun yang mencapai 3,2% dari total produksi gabah kering giling selama 2015 sebesar 11,3 juta ton dan harga beras sekitar Rp7.000/kg. Berdasarkan data itu, kehilangan produksi pada 2016 diperkirakan meningkat menjadi Rp2,57 triliun dari produksi 11,4 juta ton setahun.

Demikian disampaikan narasumber dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Jareng, Heru Tamtomo, dalam Seminar Perberasan: Mem-perkokoh Industri Perberasan di Jateng. Sinergitas Industri Penggilingan Padi Besar (PPB) dengan Penggilingan Padi Kecil (PPK).

Seminar yang digelar Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo bekerja sama dengan House of Rice di Hotel Sahid Jaya, Solo, Selasa (16/5) itu juga menghadirkan dua narasumber lain yakni Ketua Perhimpunan Pengusaha Penggilingan Padi (Pepadi) Jateng, Tulus Budiyono; serta pemimpin riset tentang penggilingan padi di Sragen, Sri Marwanti; dengan moderator Endang Siti Rahayu.

Heru menjelaskan kehilangan produksi saat penggilangan padi banyak terjadi di tingkat PPK. Peralatan maupun cara penggilingan PPK yang belum standar dibandingkan PPB menjadi menyebab. “Kami akui sosialisasi standar mutu beras yang kami lakukan di tingkat penggilingan kecil sangat kurang. Akhirnya memang yang brandingberas PPB,” ujar dia.

Advertisement

Simak selengkapnya: http://epaper.solopos.com/

KASUS PENIPUAN: 19 ABG Korban Penipuan Telantar di Boyolali

Belasan anak baru gede (ABG) asal Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, ditemukan telantar di Banyudono, Boyolali, Selasa (16/5). Mereka yang rata-rata lulusan SMP dan SMK itu diduga korban penipuan jasa penyalur tenaga kerja.

Informasi yang dihimpun Espos, jumlah anak-anak yang telantar itu sebanyak 19 anak. Mereka dikumpulkan di Mapolsek Banyudono setelah sempat diusir dari tempat indekos di salah satu desa di Kecamatan Banyudono, Senin (15/5) malam. Untuk kebutuhan makan dan minum, mereka mendapatkan bantuan dari pemerintah kecamatan tersebut.

Kepada Espos, mereka mengaku sudah hampir dua bulan di Banyudono untuk menanti panggilan pekerjaan sesuai dengan informasi yang mereka dapatkan. Namun selama dua bulan itu mereka tak kunjung dapat panggilan kerja. Lambat laun uang mereka menipis.

Soal penyebab mereka diusir dari tempat indekos ada beberapa keterangan yang berbeda-beda. Versi anak-anak itu, mereka dituduh mencuri ponsel oleh seorang warga dan oknum yang mengaku aparat keamanan. Bahkan, beberapa di antara mereka mengaku dipukuli dan diancam akan ditembak jika tak mengembalikan ponsel tersebut.

”Kami dipukuli karena dituduh mencuri HP [handphone]. Padahal, kami tak tahu menahu. Warga lantas mengusir kami,” jelas salah satu ABG tersebut, Rosyid. Ada sebagian dari mereka yang bibirnya masih berdarah karena dihajar warga.

Simak selengkapnya: http://epaper.solopos.com/

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif