News
Jumat, 28 April 2017 - 19:00 WIB

DPR Loloskan Hak Angket, KPK Tetap Garap Korupsi E-KTP

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Anggota Komisi III DPR dari Fraksi Nasdem Taufiqulhadi (kanan) memberikan surat usulan pengajuan hak angket KPK kepada Fahri Hamzah selaku pimpinan DPR dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/4/2017).(JIBI/Solopos/Antara/Akbar Nugroho Gumay)

Meski DPR meloloskan hak angket, KPK tetap memastikan akan menggarap kasus korupsi e-KTP.

Solopos.com, JAKARTA — Wakil Ketua KPK Laode M Syarif menegaskan lembaga antirasuah tetap fokus melanjutkan pengusutan kasus-kasus korupsi termasuk korupsi e-KTP. Kasus tersebut akan terus bergulir kendati rapat paripurna DPR menyetujui penggunaan hak angket terkait pelaksanaan tugas KPK.

Advertisement

“Kemungkinan tindakan hukum lain akan kami bicarakan lebih lanjut di KPK. Namun yang pasti, kami tetap akan fokus pada penanganan kasus-kasus korupsi, termasuk e-KTP dan BLBI [Bantuan Likuiditas Bank Indonesia] yang sekarang sedang berjalan,” kata Laode di Jakarta, Jumat (28/4/2017).

Pada hari ini Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dalam rapat paripurna DPR menyetujui penggunaan hak angket terkait pelaksanaan tugas KPK seperti diatur dalam UU No 30/2002 tentang KPK. Paripurna itu diwarnai walk out oleh tiga fraksi, yaitu Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Demokrat dan Fraksi PKB.

“Kami mendengar palu tentang hak angket sudah diketok di paripurna DPR, namun terdapat penolakan dari sejumlah anggota DPR dan bahkan ada fraksi yang walk out. Apakah hal itu berkonsekuensi terhadap sah atau tidaknya keputusan hak angket tersebut, akan kami pelajari terlebih dahulu,” tambah Laode.

Advertisement

Namun ia mengaku tidak ingin mencampuri aktivitas politik yang dilakukan oleh partai di DPR. “KPK tidak akan mencampuri urusan partai tapi berharap bahwa partai politik memahami sikap KPK yang tidak mau mempetlihatkan rekaman dan BAP,” ungkap Laode.

Usulan hak angket ini tercetus saat KPK melakukan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR pada Rabu (19/4/2017) dini hari. Saat itu, KPK menolak membuka rekaman pemeriksaan mantan anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Hanura Miryam S Haryani di luar persidangan terkait kasus e-KTP.

Dalam sidang dugaan korupsi e-KTP pada 30 Maret 2017, penyidik KPK yang menangani kasus tersebut yaitu Novel Baswedan mengatakan bahwa Miryam ditekan oleh sejumlah anggota Komisi III DPR agar tidak mengakui fakta-fakta menerima dan membagikan uang dalam penganggaran proyek itu.

Advertisement

Nama-nama anggota Komisi III itu menurut Novel adalah Ketua Komisi III dari fraksi Golkar Bambang Soesatyo, Wakil Ketua Komisi III dari Fraksi Gerindra Desmond Junaidi Mahesa, anggota Komisi III dari Fraksi Partai Hanura Sarifuddin Suding, anggota Komisi III dari Fraksi PDIP Masinton Pasaribu, dan satu orang lagi yang Novel lupa namanya.

“Apalagi sejumlah fraksi sudah mengatakan menolak hak angket dan ada syarat di UU MD3, bahwa usul menjadi hak angket jika dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan lebih dari setengah jumlah anggota DPR yang hadir,” ungkap Laode.

Laode kembali mengingatkan bahwa usulan hak angket diawali dari kesaksian Novel Baswedan di persidangan dan dan penolakan KPK untuk membuka rekaman pemeriksaan BAP Miryam.

“Jika bukti-bukti dibuka hal itu berisiko akan menghambat proses hukum dan dapat berdampak pada penanganan kasus e-KTP. Segala upaya yg dapat menghambat penanganan kasus korupsi, termasuk e-KTP dan kasus keterangan tidak benar di pengadilan tentu saja akan ditolak KPK,” tegas Laode.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif