News
Senin, 24 April 2017 - 08:00 WIB

Ini Pengalaman Mistis Gusti Rumbai Saat Tarikan Bedhaya Ketawang Keraton Solo

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - G.K.R. Timoer Rumbai Kusuma Dewayani (Facebook-GKR Timoer Rumbai)

Tari Bedhaya Ketawang merupakan tari sakral Keraton Solo.

Solopos.com, SOLO — Tari Bedhaya Ketawang menyimpan sejuta misteri. Tarian yang dibawakan sembilan orang penari ini hanya dimainkan sekali dalam setahun pada peringatan naik takhta sang raja.

Advertisement

G.K.R. Timoer Rumbai Kusuma Dewayani, putri Sinuhun Paku Buwono XIII, mantan bendara bedhaya–sebutan untuk penari Bedhaya Ketawang, ketika ditemui Solopos.com, Jumat (14/4/2017) malam mengisahkan pengalaman mistisnya.

Beberapa teman SMA-nya mengaku melihat seluruh wajah penari adalah wajah Rumbai saat melihat menggunakan teleskop. Ada pula yang mengaku justru tak melihat Rumbai menari saat menggunakan teleskop. (Baca: Kisah Cinta Raja Mataram & Ratu Laut Kidul)

Sebaliknya, sosok Rumbai tampak ketika dilihat dengan mata telanjang. Bahkan, ada mitos yang terpilih menjadi batak (pemimpin tari) cenderung terlambat menikah.

Advertisement

Sebagai contohnya, G.K.R. Koes Moertiyah Wandansari atau Gusti Moeng menikah pada usia 34 tahun. Rumbai sendiri menikah di usia 32 tahun. “Yang sekarang jadi batak [pemimpin penari bedaya], juga belum menikah. Padahal, usianya di atas 30 tahun,” terang perempuan yang juga pernah menjadi batak ini.

Karier sebagai penari Bedhaya Ketawang dimulai dari penari Srimpi dan Bedhaya biasa. Mereka akan dipanggil latihan menari setiap Selasa Kliwon. Latihan digelar setiap malam sepekan sebelum jumenengan.

“Ada penari utama dan serep. Ketika penari utama menstruasi, bisa digantikan oleh cadangan,” tutur Rumbai.

Advertisement

Menjadi bendara bedhaya merupakan sebuah kehormatan. Tak semua perempuan bisa melakukannya. Derajat bendara bedhaya juga lebih tinggi ketimbang abdi dalem keraton.

“Penari ini pilihan. Penari abdi dalem harus belum menikah. Kalau sudah menikah tetap diperbolehkan hanya untuk putri raja dan ampil. Ini pusaka yang tidak bisa dipentaskan di mana pun selain Keraton dan hanya setahun sekali,” kata Rumbai.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif