Soloraya
Jumat, 7 April 2017 - 22:15 WIB

PENCABULAN WONOGIRI : Bocah SD Cabuli Temannya, Pelaku dan Korban Punya Hak Sama

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi

Pencabulan Wonogiri, baik pelaku maupun korban dalam kasus bocah SD cabuli temannya punya hak sama.

Solopos.com, WONOGIRI — Pendamping Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Wonogiri meminta warga tak memojokkan Gd, 13, yang dituding sebagai pelaku pencabulan terhadap sejumlah teman sebayanya.

Advertisement

Meski menjadi pelaku, hak bocah laki-laki kelas VI SD asal Baturetno itu harus dipenuhi, sama dengan korban. Gd diduga mencabuli sejumlah teman sesama jenisnya sejak kelas IV. Kasus itu telah diadukan ke Polres Wonogiri, akhir pekan lalu. Kini kasus ditangani Unit Perlidungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim.

Pendamping P2TP2A Wonogiri, Ririn Riadiningsih, kepada Solopos.com, Jumat (7/4/2017), menyampaikan akan mengidentifikasi korban yang sesungguhnya. Langkah itu diambil agar tidak ada pihak yang mengaku-aku sebagai korban Gd tanpa dasar yang jelas.

Hal tersebut mungkin saja terjadi untuk memberatkan Gd. Menurut dia, tidak semestinya Gd diperlakukan seperti itu karena bagaimana pun dia masih anak-anak. Berdasar data awal, korban Gd ada sembilan anak laki-laki.

Advertisement

Empat di antaranya positif telah dicabuli. Sedangkan lima anak lainnya belum dicabuli tetapi telah mendapat tindakan yang mengarah pada pencabulan. “Dalam perundangan-perundangan diatur pelaku maupun korban anak harus mendapat hak yang sama,” kata Ririn. (Baca: Bocah SD Cabuli Temannya karena Sering Menonton Video Porno di Ponsel)

Tempat tinggal Gd sudah tidak aman lagi. Saat tim dari P2TP2A memberi pendampingan di rumah Gd, ada warga yang datang mengatakan tidak menjamin keselamatan Gd hari itu. Atas hal tersebut Gd diungsikan ke tempat aman sejak Selasa (4/4/2017) lalu. “Warga merespons masalah ini secara frontal,” imbuh Ririn.

Dia melanjutkan Gd dan korban sangat membutuhkan pendampingan untuk memulihkan kondisi psikologis mereka. Pekerjaan itu tidak mudah, namun tetap harus ditempuh mengingat mereka masih bocah yang belum menyadari konsekuensi perbuatan mereka.

Advertisement

Oleh karena itu langkah yang perlu diambil adalah memberi pemahaman agar mereka menyadari akibat perbuatan yang telah dilakukan dan dialami. “Pendampingan terhadap korban akan dilakukan di kantor kami secara bertahap berdasar prioritas. Ini karena kondisi psikologis setiap korban berbeda mengingat ada yang pernah dicabuli satu atau dua kali, tetapi ada yang pernah dicabuli berkali-kali. Makanya program intervensinya juga berbeda-beda,” ulas dia.

Orang tua salah satu korban, As, merasa dilema. Di satu sisi dia kasihan apabila Gd diproses hukum karena dia sudah menganggapnya seperti anak sendiri. Di sisi lain, Gd sudah dua kali mencabuli anaknya yang masih kelas IV SD, Ci.

Dahulu As sering mengajak Ci dan Gd bermain ke suatu tempat. Namun, dia tak pernah curiga Gd memiliki perilaku seksual menyimpang. “Tapi yang pasti saya meminta anak saya segera didampingi untuk memulihkan kondisi psikologisnya. Saya takut dia berperilaku seperti Gd. Soalnya sudah ada korban Gd yang sekarang jadi pelaku,” kata As.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif