Soloraya
Jumat, 24 Maret 2017 - 20:40 WIB

BENCANA SUKOHARJO : Tanah Hanyut, 36 Keluarga Ngasinan Terpaksa Pindah

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kondisi tebing Sungi Grompol di Dukuh Gungan, Desa Karangmalang, Kecamatan Masaran, Sragen, yang mengalami erosi dan longsor. erosi Sungai Grompol mengancap sebanyak 5 rumah dan 20 pekarangan milik warga. Foto diambil Rabu (21/1/2015).(Irawan Spto Adhi/JIBI/Solopos)

Bencana Sukoharjo, 36 keluarga di Ngasinan terpaksa pindah rumah karena tanah hanyut.

Solopos.com, SUKOHARJO — Warga yang tinggal di bantaran Sungai Bengawan Solo cemas menyusul beralihnya alur sungai. Di Desa Ngasinan, Kecamatan Bulu, Sukoharjo, 36 keluarga bahkan terpaksa pindah rumah karena tanahnya terancam atau sudah hanyut terbawa arus.

Advertisement

Mereka mencari lokasi yang aman dari gerusan air sungai. Kepala Desa Ngasinan, Ibnu Wiyatno, saat ditemui wartawan di kantornya, Jumat (24/3/2017), mengatakan dua pekerjaan rumah (PR) besar belum dia selesaikan yakni genangan air di lahan pertanian dan hilangnya tanah warga akibat digerus air Sungai Bengawan Solo.

“Ada 80 bidang tanah milik warga sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo yang terancam hilang. Sampai saat ini sudah ada 36 keluarga yang terpaksa pindah tempat tinggal. Sebagian dari mereka pindah karena lahan mereka hanyut dan sebagian lagi posisi rumah tinggal beberapa meter dari bibir sungai.”

Advertisement

“Ada 80 bidang tanah milik warga sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo yang terancam hilang. Sampai saat ini sudah ada 36 keluarga yang terpaksa pindah tempat tinggal. Sebagian dari mereka pindah karena lahan mereka hanyut dan sebagian lagi posisi rumah tinggal beberapa meter dari bibir sungai.”

Menurut Ibn, sebagian besar tanah hak milik warga itu hilang sehingga kini tinggal tersisa sertifikatnya. Ibnu mengatakan hal itu tak hanya dialami warganya tetapi juga warga desa tetangga.

“Hampir semua warga di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo khawatir dan cemas karena alur sungai berbelok. Warga menunggu langkah nyata pengelola sungai tersebut.”

Advertisement

Dia menilai penambangan pasir yang tak diikuti reklamasi menjadi salah satu penyebab berpindahnya alur sungai. “Kami berharap semua bantaran sungai diberi beronjong kawat agar tanah warga tidak terkikis lagi. Keberadaan beronjong kawat juga untuk menahan gerusan air.”

Mengenai lahan yang tergenang banjir, Ibnu menjelaskan 70% dari 70 hektare lahan genangan tak bisa diolah. “Musim tanam pertama petani tak bisa mengolah tanah karena tergenang. Lahan persawahan seluas 70 hektare, 70 persennya selalu tergenang meski hanya hujan sekitar satu jam.”

Dia berharap Sungai Lengking bisa dinormalisasi atau pintu air dibuka agar air tidak menggenangi areal pertanian. “Kunci mengatasi genangan air di pintu air bendung Desa Lengking. Jika pintu dibuka saat air melimpah air tidak akan menggenang tetapi selama ini pintu jarang dibuka sehingga air menggenangi lahan persawahan Desa Ngasinan.”

Advertisement

Diberitakan sebelumnya, warga Kecamatan Tawangsari, Sukoharjo, mengkhawatirkan putusnya jalur alternatif Desa Dalangan, Kecamatan Tawangsari, menuju Desa Lengking, Kecamatan Bulu. Ketua Paguyuban Kepala Desa (Kades) Kecamatan Tawangsari, Rudi Hartono, mengatakan putusnya jalan antarkecamatan itu bisa terjadi apabila sepekan terakhir hujan intensitas tinggi mengguyur wilayah hulu sehingga air Sungai Bengawan Solo tinggi dan berakibat banjir.

“Kami menerima laporan bahwa di Dalangan terdapat empat bidang tanah milik warga yang hanyut diterjang air Sungai Bengawan Solo.”

Rudi yang juga Kepala Desa Majasto berharap ada penanganan darurat agar terjadi pelambatan longsoran tanah. Dia juga mendapatkan kabar beberapa warga Dalangan tinggal memiliki buku sertifikat tapi tanahnya sudah menjadi sungai.

Advertisement

“Pembangunan tanggul permanen dibutuhkan segera agar tanah warga pinggir sungai tidak hilang lagi.”

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif