Soloraya
Rabu, 15 Maret 2017 - 08:00 WIB

KISAH UNIK : Pria Usia 110 Tahun Asal Sragen: Bukan Dimakan, Saya Hanya Jual Kucing

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Mbah Kariyo Semito, 110, duduk di gubuk tempat tinggalnya di pinggir sawah Dukuh Semen RT 002, Desa Sribit, Kecamatan Sidoharjo, Sragen, Selasa (14/3/2017). (Tri Rahayu/JIBI/Solopos)

Kisah unik Mbah Kariyo, pria usia 110 tahun asal Sragen menyita perhatian publik.

Solopos.com, SRAGEN — Kariyo Semito, 110, tinggal di gubuk yang menempati tanah kas desa di Dukuh SemenRT 002, Desa Sribit, Sidoharjo, Sragen. Kariyo yang pernah mempunyai sembilan istri dan kini istri-istrinya telah meninggal itu, punya prinsip tak mau merepotkan 13 anaknya, kendati anak-anak Kariyo berniat merawatnya. (Baca: Mbah Kariyo Tak Hapal Semua Nama 9 Istri)

Advertisement

Mbah Kariyo oleh warga juga kerap dipanggil Mbah Kucing. Sejumlah netizen di laman Facebook Solopos menyebut berdasarkan cerita turun temurun, saat muda Mbah Karyo disebut makan kucing. (Baca: Tinggal Seorang Diri di Gubuk Dekat Sawah)

Menanggapi hal ini Mbah Kariyo membantahnya.  Ditemui Solopos.com, Selasa (14/3/2017), di gubuknya Mbah Kariyo bercerita saat masa mudanya.

Pada zaman kolonial, ia pernah jualan kucing. “Saat itu kan ada serangan hama tikus di sawah. Nah, saya mencari kucing untuk dijual. Saya jualnya hanya 1,5 sen saja. Ya, laku. Kucing itu tidak dimakan tetapi dipelihara sebagai pemangsa tikus. Saya tidak lama jualan kucing itu,” ujarnya saat berbincang dengan Solopos.com.

Advertisement

Ia paling suka berjualan pipa rokok di sudut Pasar Kidul atau Pasar Bunder. Ia kulakan pipa dari tulang binatang itu di Solo dan dijual di Pasar Bunder. “Pasar sudah ramai. Pipa-pipa saya juga laku keras. Harganya murah hanya Rp1.500-Rp2.000 per batang. Tapi saat itu uang itu sangat berharga tidak seperti sekarang,” tambahnya.

Ia tidak merasa bosan hidup. Kendati hanya duduk-duduk dan tiduran, ia mengaku cukup menikmatinya. Sikap menerima apa adanya itulah yang membuat Mbah Kariyo berumur panjang.

“Tidak ada jamu. Yang penting itu nrima lan tentrem [menerima dan tentram]. Orang kalau mau menerima apa yang dimiliki. Kalau ada makan ya di makan kalau tidak ada ya tidak apa-apa. Semua itu diterima itu pasti hidup akan tentram. Hla nek aku jeleh neng kene ya mati [kalau saya bosan di sini ya meninggal dunia],” ujarnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif