News
Selasa, 14 Maret 2017 - 17:17 WIB

Pakar Hukum UGM, "Niat Ahok Menodai Agama Harus Dibuktikan"

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Terdakwa kasus dugaan penistaan agama Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok memasuki ruang sidang di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Senin (13/2/2017). (JIBI/Solopos/Antara/Pool/Ramdani)

Pakar hukum UGM menilai jaksa ragu dalam menetapkan pasal yang disangkakan ke Ahok.

Solopos.com, JAKARTA — Ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM) Edward Omar Sharif Hiariej yang dihadirkan kuasa hukum Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terkesan ragu-ragu dalam menetapkan pasal sangkaan terhadap terdakwa kasus penodaan agama itu.

Advertisement

“Hal itu disebabkan adanya pasal alternatif yang disertakan dalam dakwaan sehingga ada keraguan dari penuntut umum,” kata Edward saat memberikan kesaksian dalam lanjutan sidang Ahok di Auditorium Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa.

Lebih lanjut, ia menyatakan bahwa tidak relevan apabila Ahok disangkakan dengan Pasal 156 KUHP karena pasal tersebut bukan merujuk terhadap penodaan agama.

“Harusnya Pasal 156a KUHP. Pasal 156a KUHP yang disangkakan pada status aquo tidak hanya menghendaki kesengajaan, tetapi juga menghendaki niat. Niat itu tidak bisa diukur dari ucapan, tetapi juga harus dilihat dari keadaan kesehariannya, apakah betul pelaku itu punya niat atau tidak,” ucap Edward. Baca juga: Saat Motif “Sakit Hati” Jessica Dipertanyakan Hakim.

Advertisement

Dalam lanjutan sidang Ahok ini, tim kuasa hukum Ahok memanggil tiga saksi fakta dan satu ahli hukum pidana. Tiga saksi fakta itu antara lain Juhri seorang PNS di Bangka Belitung yang juga mantan Ketua Panitia Pengawas (Panwas) Kabupaten Belitung saat Pilkada Bangka Belitung 2007, Suyanto sopir Ahok dari Belitung Timur, Fajrun teman sejak kecil Ahok dari Belitung Timur, dan ahli hukum pidana UGM Edward Omar Sharif Hiariej.

Ahok dikenakan dakwaan alternatif yakni Pasal 156a dengan ancaman lima tahun penjara dan Pasal 156 KUHP dengan ancaman empat tahun penjara. Menurut Pasal 156 KUHP, barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

Perkataan golongan dalam pasal ini dan pasal berikutnya berarti tiap-tiap bagian dari rakyat Indonesia yang berbeda dengan suatu atau beberapa bagian lainnya karena ras, negeri asal, agama, tempat asal, keturunan, kebangsaan atau kedudukan menurut hukum tata negara.

Advertisement

Sementara menurut Pasal 156a KUHP, pidana penjara selama-lamanya lima tahun dikenakan kepada siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif