Soloraya
Senin, 16 Januari 2017 - 06:10 WIB

AKSI SOSIAL : Setitik Perhatian dari Kelompok Gereja untuk Pemulung Sragen

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Para pemulung berebut pakaian pantas pakai dalam Bakti Sosial yang diselenggarakan Kelompok Padre Pio, Gereja Katolik Santa Perawan Maria Di Fatima Sragen di kompleks Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanggan, Kecamatan Gesi, Minggu (15/1/2017). (Moh. Khodiq Duhri/JIBI/Solopos)

Aksi sosial dilakukan kelompok Padre Pio dengan membagikan pakaian pantas pakai kepada para pemulung di Sragen.

Solopos.com, SRAGEN — Wajah Mukiyem, 60, terlihat semringah. Nenek dua cucu itu memilah-milah pakaian pantas pakai di hadapannya.

Advertisement

Warga Desa Tanggan RT 008, Kecamatan Gesi, Sragen, itu rela berdesak-desakan dengan warga lain yang berebut pakaian pantas pakai itu. “Ini dapat satu kardus. Semua pakaian masih bagus-bagus. Ini buat saya, bapak, anak, dan cucu saya,” kata Mukiyem kala ditemui Solopos.com di sela-sela kegiatan bakti sosial yang diselenggarakan Kelompok Padre Pio Gereja Katolik Santa Perawan Maria Di Fatima Sragen di kompleks Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanggan, Minggu (15/1/2017).

Selain satu kardus pakaian pantas pakai, wanita yang sehari-hari menjadi pemulung di TPA Tanggan itu juga membawa pulang paket sembako berisi beras, minyak, gula, mi instan, teh, dan lain-lain. Pasokan makanan itu cukup untuk beberapa pekan ke depan.

Advertisement

Selain satu kardus pakaian pantas pakai, wanita yang sehari-hari menjadi pemulung di TPA Tanggan itu juga membawa pulang paket sembako berisi beras, minyak, gula, mi instan, teh, dan lain-lain. Pasokan makanan itu cukup untuk beberapa pekan ke depan.

Sudah lima tahun terakhir, Mukiyem membantu suaminya, Supono, 60, menjadi pemulung di TPA Tanggan. Supono sudah menjadi pemulung selama 35 tahun di TPA Tanggan.

Dia dipekerjakan Pemkab Sragen dengan bayaran Rp800.000/bulan. “Penghasilan bapak memang tidak banyak. Tapi, alhamdulillah cukup. Nyatanya, kami bisa membesarkan tiga anak saya dengan penghasilan bapak sebagai pemulung ini,” ucap Mukiyem.

Advertisement

Trimo menganggap pakaian bekas itu masih layak dipakai. Dia sudah tidak ingat kapan kali terakhir membeli pakaian baru.

“Lebih dipentingkan urusan makan dulu. Pakaian tidak harus baru, yang penting pantas dipakai. Pakaian di rumah ada banyak, tapi sudah banyak yang sobek,” ujar Trimo yang sempat menjadi pemulung di Jakarta.

Kelompok Padre Pio memilih kalangan pemulung sebagai sasaran bakti sosial. Kegiatan itu diselenggarakan tanpa membeda-bedakan status maupun agama.

Advertisement

“Ini membuktikan bila perbedaan itu indah. Walau kita berbeda, tapi kita bisa dipersatukan,” kata Ketua Dewan Paroki Sragen Albertus Hanung Triwibowo pada kesempatan itu.

Hanung mengakui selama ini para pemulung jarang mendapat perhatian. Padahal, pemulung memiliki peranan besar dalam menjaga kebersihan kota.

“Ini adalah bentuk perhatian kami untuk pahlawan kebersihan seperti mereka. Tiap hari kami memproduksi sampah. Tapi, di tangan mereka, sampah itu bisa diolah menjadi barang berguna. Tanpa ada pemulung, saya tidak bisa membayangkan betapa semrawut dan kumuhnya kota,” ujar Hanung.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif