News
Minggu, 15 Januari 2017 - 18:30 WIB

DEBAT PILKADA JAKARTA : Soroti Penampilan Fisik, Partisipasi Politik Netizen Belum Sehat

Redaksi Solopos.com  /  Adib Muttaqin Asfar  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tiga pasangan Cagub/Cawagub DKI Jakarta (kiri kanan), Agus Harimurti Yudhoyono-Sylviana Murni, Basuki T. Purnama-Djarot Saiful Hidayat, dan Anies Baswedan-Sandiaga Uno memegang contoh alat peraga kampanye saat Deklarasi Kampanye Damai dan Berintegritas di Kawasan Monas, Jakarta, Sabtu (29/10/2016). (JIBI/Solopos/Antara/Rosa Panggabean)

Banyaknya netizen yang menyoroti penampilan fisik calon ketimbang program dalam debat Pilkada Jakarta dinilai belum sehat.

Solopos.com, JAKARTA — Debat resmi pertama jelang Pilkada Jakarta yang diwarnai saling serang antara pasangan calon dan adu program, Jumat (13/1/2017) lalu, direspons netizen di media sosial (medsos). Peran medsos dinilai sangat besar, namun dinilai partisipasi politik netizen dinilai belum sehat.

Advertisement

Pakar sosial politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun, menyebut peran media sosial bagi pasangan calon yang berlaga di kompetisi politik cukup penting. Dia menyebut masyarakat di Indonesia, termasuk Jakarta sebagai liquid society atau kelompok sosial yang cukup cair dalam menerima informasi. Artinya informasi yang berulang kali dipaparkan bisa jadi diterima sebagai pengetahuan, terlepas informasi tersebut benar atau tidak.

Kendati demikian, Ubedilah masih melihat partisipasi politik masyarakat melalui dunia maya belum sehat. Mereka cenderung memperdebatkan hal-hal yang tidak menjadi pokok persoalan.

Seperti yang terjadi pada debat pertama Pilkada Jakarta 2017 di mana para netizen kerap mengomentari tampilan fisik ataupun gestur para calon. “Belum partisipasi politik yang mendalam. Masyarakat [netizen] belum banyak memperdebatkan program politik,” kata dia, Minggu (15/1/2017).

Advertisement

Mengenai pengaruh media sosial terhadap elektabilitas pasangan calon dalam pemilu masih perlu dikaji. Sebab pengguna aktif media sosial masih didominasi oleh masyarakat menengah ke atas. Sementara masih ada pemilih menengah ke bawah yang tidak tersentuh oleh pengaruh media sosial.

Selain itu, pengguna media sosial terbagi ke dalam tiga jenis kelompok, yakni rasional, emosional, dan buzzer. Para pemilih rasional bisa jadi menerima informasi dan akan mempengaruhi pilihannya kelak. Sedangkan kelompok emosional dan buzzer telah memiliki pilihan apapun informasi yang menjadi viral.

“Pengguna emosional dan buzzer akan mendukung pasangan calonnya, apapun situasinya. Mereka ini yang mendominasi media sosial,” ujarnya. Baca juga: “Perang” di Medsos Sepanjang Debat Pilkada Jakarta, Ini yang Unggul.

Advertisement

Sepanjang debat pada akhir pekan kemarin, Politicawave mencatat pasangan Ahok dan Djarot Saiful Hidayat paling banyak diperbincangkan di Twitter dengan 23.441 percakapan. Diikuti oleh Anies-Sandiaga dengan 17.715 percakapan, dan Agus Yudhoyono dan Sylviana Murni dengan 4.112 percakapan.

Dari enam segmen debat tersebut, Ahok-Djarot cenderung lebih banyak mendapatkan sentimen negatif ketimbang positif. Pasangan nomor urut satu, Agus-Sylvi yang paling sedikit diperbincangkan, memperoleh sentimen positif lebih banyak daripada negatifnya. Sementara Anies-Sandiaga mendapatkan tanggapan positif netizen hingga segmen keempat debat.

Secara berurutan, pada segmen kelima dan keenam, Anies-Sandiaga hanya mendapatkan tanggapan positif 33% dan 12% dari percakapan tentang mereka di Twitter. Sebanyak 67% dan 88% adalah percakapan berdana negatif terhadap Anies-Sandiaga.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif