News
Sabtu, 7 Januari 2017 - 12:35 WIB

PRAKIRAAN CUACA : BMKG: Iklim 2017 Lebih Normal, Tapi…

Redaksi Solopos.com  /  Jafar Sodiq Assegaf  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Istimewa Logo BMKG

BMKG memperingatkan kemunculan hotspot di beberapa wilayah yang bisa berpotensi memicu kebakaran hutan.

Solopos.com, JAKARTA – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Sakya menyebutkan kondisi cuaca dan iklim pada 2017 diprakirakan normal dibandingkan pada 2015 dan 2016.

Advertisement

“Namun potensi ancaman kondisi cuaca lokal dan meningkatnya hotspot patut diwaspadai karena bisa memicu kebakaran hutan dan lahan [Karhutla],” katanya dalam paparan Kilas Balik Dampak Cuaca, Iklim dan Kegempaan di Jakarta, Kamis.

Andi mengatakan, tren cuaca pada tahun 2017 ada kemungkinan normal. Tetapi faktor perubahan iklim dan keberagaman tingkat kerentanan masing-masing wilayah berbeda satu sama lain.

Advertisement

Andi mengatakan, tren cuaca pada tahun 2017 ada kemungkinan normal. Tetapi faktor perubahan iklim dan keberagaman tingkat kerentanan masing-masing wilayah berbeda satu sama lain.

“Ada beberapa wilayah yang hujannya ekuatorial yakni memiliki dua kali musim kemarau,” katanya.

Misalnya pada Februari sampai Maret di wilayah Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah mengalami kemarau, lalu masuk lagi hujan di bulan April-Mei. Kemudian pada Juni kembali lagi ke musim kemarau.

Advertisement

Bencana yang terjadi diakibatkan oleh kondisi tersebut berdampak pada berhentinya aktivitas ekonomi produktif, kerusakan hasil-hasil pembangunan dan korban kerugian lainnya, termasuk manusia.

Tingkat kerentanan diharapkan dapat diantisipasi untuk memitigasi dan menekan korban serta kerugian yang lebih besar dihari-hari mendatang seiring dengan upaya pembangunan yang sedang dilakukan.

Banyak kejadian dan peristiwa yang menjadi pusat perhatian pemerintah dan masyarakat Indonesia pada tahun tersebut. Seperti Banjir Bandang di Garut 20 September 2016, banjir di Bandung 24 Oktober 2016, dan banjir di Gorontalo 25 Oktober 2016 dan beberapa kejadian cuaca ekstrim di wilayah Indonesia seperti tanah longsor, hujan lebat disertai angin kencang, dan gelombang tinggi yang memicu storm tide di Pantai Barat Sumatera, Selatan Jawa Hingga Lombok.

Advertisement

“Posisi geografis Indonesia, di satu pihak merupakan berkah. Pada sisi lain, Indonesia yang diapit oleh dua benua, dua samudera, dilalui “ring-of-fire”,” katanya dalam keterangan tertulisnya.

Indonesia juga terletak di atas katulistiwa dan di atas 3 lempeng tekntonik, menjadikan rentan terhadap berbagai bentuk bencana hidrometeorologi dan geologi sebagai dampak dari fenomena cuaca, iklim, dan kegempaan dan posisi geografisnya.

Sehingga, Andi melanjutkan, tingkat kerentanan di setiap wilayah tidak merata dan eskpose cuaca, iklim dan kegempaan pun memberikan dampak yang berbeda dari satu daerah dengan daerah yang lain.

Advertisement

Andi menjelaskan di tahun 2016 pun terjadi beberapa badai siklon tropis di wilayah perairan sebelah utara dan selatan dekat Indonesia, yang mengakibatkan ekstrimitas cuaca di Indonesia.

“Berdasarkan catatan rekam jejak kejadian siklon tropis, pada bulan Agustus, terjadi 187 kejadian siklon tropis di wilayah perairan sebelah utara dekat Indonesia sedangkan untuk siklon tropis yang terjadi di sebelah selatan sebanyak 58 kejadian siklon tropis,” demikian Andi.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif