KPI menanggapi sensor yang berlebihan di televisi.
Solopos.com, DEPOK – Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) menanggapi sensor yang berlebihan di beberapa stasiun televisi. Menurut KPI, hal tersebut justru menunjukkan stasiun televisi ketakutan dengan sanksi yang ditetapkan KPI.
Hardly Stefano, Komisioner KPI Pusat Koordinator Bidang Pengawasan Isi Siaran menyampaikan hal tersebut dalam diskusi Dilema Sensor di Televisi Indonesia: E(STE)TIKA, Kamis (17/11/2016) yang diselenggarakan oleh Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia.
Hardly menegaskan sensor bukanlah tugas dan wewenang dari KPI. “Kami hanya mengawasi di bagian ujung setelah program acara disiarkan oleh televisi”, ujarnya sebagaimana dikabarkan Kpi di situs resminya, Jumat (18/11/2016).
Namun pada praktiknya stasiun-stasiun televisi menerapkan swasensor sesuai takaran masing-masing yang kadang-kadang berlebihan. “Rupanya ada ketakutan dan pengalaman traumatik lembaga-lembaga penyiaran. Di sebuah stasiun televisi robot pun sampai disensor,” tutur Hardly.
Diskusi tersebut juga menghadirkan pembicara lainnya, yakni: Haryatmoko (pakar etika komunikasi dari Universitas Sanata Dharma Yogyakarta), Gilang Iskandar (Sekretaris Korporat Indosiar), dan Ade Armando (Dosen Ilmu Komunikasi UI).
Gilang Iskandar menjelaskan latar belakang terjadinya penyensoran dan pembluran dalam tayangan Puteri Indonesia di Indosiar. “Baju yang digunakan finalis Puteri Indonesia tidak didisain untuk muncul di televisi”, ujarnya.
Pihaknya paham aturan di televisi memang sangat ketat, sehingga diambil langkah pembluran tersebut guna menghindari adanya pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3&SPS).
Selain itu, Gilang juga membenarnya adanya pemahaman yang berbeda-beda terkait P3SPS di kalangan stasiun televisi. Belum lagi, ancaman pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran juga dijadikan pertimbangan yang sangat serius guna keberlangsungan bisnis televisi ke depan.