Soloraya
Selasa, 21 Juni 2016 - 21:15 WIB

LEBARAN 2016 : Geti, Makanan Khas Wonogiri yang Ngangeni Saat Pulang Kampung

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengrajin geti di Purwosari, Wonogiri, mengemas geti yang akan dipasarkan, Selasa (21/6/2016). Menjelang lebaran produksi geti juga mengalami peningkatan (Bayu Jatmiko Adi/JIBI/Solopos)

Lebaran 2016, permintaan makanan tradisional geti mulai meningkat

Solopos.com, WONOGIRI–Sartini,65, sibuk membalik butiran wijen yang dijemur di depan rumahnya, di RT 002/RW 011 Geneng, Purwosari, Selasa (21/6/2016). Kegiatan tersebut rutin dia lakukan. Wijen tersebut merupakan salah satu bahan baku pembuatan geti, makanan ringan yang terbuat dari wijen yang dicampur gula dan jahe. Sudah sekitar 40 tahun dia dan keluarganya mengembangkan usaha pembuatan geti tersebut.

Advertisement

Geti merupakan makanan tradisional yang masih banyak didapatkan di Wonogiri. Wijen pada geti bentuknya menggumpal karena direkatkan menggunakan karamel yang dicampur jahe. Setelah selesai dimasak, campuran wijen, gula dan jahe tersebut lalu diratakan pada sebuah papan. Sebelum dingin, campuran itu kemudian dipotong menjadi balok-balok kecil dengan ukuran sesuai yang diinginkan. Namun ada pula geti yang dicetak bulat. Setelah dingin, geti lalu dikemas plastik dan siap dipasarkan. “Saat ini pemasaran hanya di pasar Wonogiri dan di kios-kios di wilayah Wonogiri. Satu pak dijual dengan harga Rp5.000-Rp7.000,” kata dia.

Namun kata Sartini, tidak sembarang wijen yang dia gunakan untuk membuat geti. Wijen yang diolah merupakan wijen impor. Alasannya, wijen impor lebih berisi dan siap pakai. Meskipun di pasaran tersedia juga wijen lokal, namun kualitasnya tidak sebagus wijen impor. Perlu banyak waktu dan tenaga untuk mengolah wijen lokal. Terutama untuk memilah antara wijen yang berisi dan yang kopong. Setiap harinya Sartini menghabiskan sekitar 25 kilogram-30 kilogram wijen untuk membuat geti.

“Untuk jumlah secara pasti tidak tahu, sebab tergantung permintaan. Jika ada pesanan, maka buatnya juga banyak. Per hari sekitar 25 kilogram-30 kilogram,” kata dia.

Advertisement

Saat ini, Sartini tidak sendiri dalam membuat geti. Ada anak dan menantunya yang membantu memproduksi geti. Menantu Sartini, Dwi Setyawan, siang itu tengah bertugas mengemas geti yang hendak dijual di pasar. Menurutnya menjelang lebaran seperti saat ini permintaan geti mengalami sedikit peningkatan. Sebab pemesan bukan hanya datang dari para penjual di pasar maupun kios. Pesanan juga datang dari masyarakat di luar para pedagang makanan.

“Tapi untuk jumlah pastinya tidak kami rinci, yang jelas ada peningkatan dibanding hari-hari biasa,” kata dia.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif