Jogja
Senin, 30 Mei 2016 - 16:50 WIB

PERPAJAKAN DI DIY : Kasus Pajak UKM Bisa Persulit Pengusaha Lokal

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi pembayaran pajak. (Dok/JIBI/Harian Jogja/Antara)

Persidangan perpajakan yang menyeret pelaku usaha kecil menengah (UKM) dinilai kontradiksi dengan kondisi di lapangan.

Harianjogja.com, SLEMAN- Persidangan perpajakan yang menyeret pelaku usaha kecil menengah (UKM) dinilai kontradiksi dengan kondisi di lapangan. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) DIY menilai, selain mematikan UKM kasus tersebut juga tidak mengedepankan nilai keadilan bagi pelaku usaha lokal.

Advertisement

Ketua Apindo DIY Buntoro mengatakan, Apindo menyoroti kasus dugaan penggelapan pajak yang dialami pelaku UKM berinisal HS. Pasalnya, kasus tersebut tidak sejalan dengan semangat yang dicanangkan pemerintah untuk menguatkan sektor UKM. Menurutnya, Wajib Pajak yang harus menerapkan PP No.46/2013 ini adalah Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar.

“Sementara, omzet UKM TJ milik HS itu setahun hanya Rp1,5 miliar saja. Seharusnya petugas pajak melakukan pembinaan saja, bukan langsung disidang seperti ini. Kami bukan tidak taat pajak, tetapi ada aturan pajak yang harus dipahami terutama bagi UKM. Di DIY 90 persen omzet UKM di bawah Rp4,8 miliar,” kata Buntoro di saat menjadi saksi meringankan di Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Senin (30/5).

Dia menyebut, tuduhan bahwa HS menyampaikan faktur palsu tidak terbukti. Meski begitu, dia mengakui adanya kekurangan pajak yang dilakukan HS. Tetapi, ada proses pembiaran dan tidak ada pembinaan yang dilakukan petugas pajak. Selain itu, kekurangan pajak tersebut oleh HS sudah dibayar dua kali kepada Negara sekitar Rp400 juta. Dari pembayaran tersebut, terdapat kelebihan uang pajak yang disetorkan sebesar Rp30 juta.

Advertisement

“HS didakwa tidak membayar pajak 2009-2010. Pajaknya itu kemudian dibayarkan pada 2014. Tetapi, petugas Pajak meminta dibayar berikut denda 200 persen atau hampir Rp1 miliar. Itu besar sekali bagi UKM,” kata pembayar pajak terbesar di DIY itu.

Komisaris Utama PT Mega Andalan Kalasan (MAK) itu menilai, kasus yang dialami HS tersebut tidak layak disidangkan lantaran tidak ada kerugian Negara. Apalagi, nilai pajak yang dibebankan kepada terdakwa tidak sebanding dengan temuan Kementerian Keuangan (Kemengkeu). Berdasarkan temuan Kemenkeu, kata Buntoro, ada sekitar 2.000 perusahaan asing di Indonesia yang tidak membayar pajak selama 10 tahun. Rata-rata nilai pajak yang seharusnya dibayarkan perusahaan asing itu Rp25 miliar per tahun.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif