Soloraya
Sabtu, 29 Agustus 2015 - 03:10 WIB

HARGA KEBUTUHAN POKOK : Kedelai Mahal, Pengrajin Tempe Boyolali Enggan Naikkan Harga

Redaksi Solopos.com  /  Septina Arifiani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah seorang perajin tempe dan tahu Pasar Ampel, Marfuah, 52, sedang menata tahu dan tempe dagangannya di Pasar Tempel, Boyolali, Kamis (27/8/2015). (Kharisma Dhita Retnosari/JIBI/Solopos)

Harga kebutuhan pokok berupa kedelai turut naik lantaran anjloknya nilai tukar rupiah. 

Solopos.com, BOYOLALI — Meski harga bahan baku kedelai dalam satu bulan terakhir semakin melonjak pascamelemahnya kurs rupiah, sejumlah perajin tempe dan tahu di Pasar Ampel, Boyolali, mengaku enggan menaikkan harga.

Advertisement

Salah seorang perajin tempe dan tahu Pasar Ampel, Marfuah, 52, mengatakan harga kedelai yang sebelumnya telah tinggi, yakni Rp7.000 per kilogram, naik menjadi Rp7.500 per kilogram. Dia mengaku enggan menaikkan harga lantaran penawaran tempe dan tahu yang rendah. Menurutnya, selain menurunkan jumlah pembeli, menaikkan harga juga berarti menaikkan resiko peningkatan produk tak terbeli karena busuk tak laku.

“Tempe, tahu, itu dari dulu bahan pangan yang dikenal murah. Maunya beli tempe tahu iya karena murah. Kalau mendadak jadi mahal, orang lebih memilih enggak beli. Sama-sama mahal, akan pindah ke bahan pangan yang lain,” tutur perajin yang menjual langsung dagangannya di Pasar Ampel tersebut saat diwawancarai Solopos.com, Kamis (27/8/2015) siang.

Dia menuturkan para perajin lebih memilih menanggung resiko omset berkurang daripada resiko pelanggan berkurang. Diakuinya, omset yang didapat perajin berkurang 50% dalam hitungan kurang dari 1 bulan. Meski demikian, diakuinya dia dan sejumlah perajin lain tak berniat mengganti kualitas kedelai dengan yang lebih rendah. Kualitas kedelai rendah akan berdampak pada kualitas  hasil produksi.

Advertisement

“Satu kali produksi, membutuhkan kedelai 2 kuintal dengan pendapatan kotor sekitar Rp400.000. Dari Rp400.000 itu, dikurangi belanja pegawai sisa bersih Rp200.000. Begitu kedelai naik, sisa untungnya berkurang Rp100.000,” imbuh dia, Kamis.

Hal senada dituturkan oleh perajin tempe lainnya, Tugirah, 80. Tugirah yang mengaku membuat sendiri tempe-tempe dagangannya tersebut mengaku tetap menjual satu bungkus tempe berukuran 5 cmx10cm buatannya dengan harga tetap, yakni Rp2.500 per bungkus. Dia menambahkan tempe-tempe yang membusuk meski masih laku dijual sebagai campuran masakan, harganya jauh lebih murah.

“Niki mawon taksih wonten sing ngenyang Rp1.500 [Ini saja masih ada pembeli yang menawar hanya Rp1.500 per bungkus],” tutur dia saat dijumpai Solopos.com di los dagangnya di lantai II Pasar Ampel, Boyolali, (27/8/2015).

Advertisement

Sementara itu, sepi transaksi dan fluktuasi harga sejumlah kebutuhan pokok telah meresahkan sejumlah pedagang kebutuhan pokok di Pasar Ampel, Kamis (27/8/2015). Pedagang ayam pasar Ampel mengeluh sepi pembeli lantaran harga naik turun tak jarang membingungkan pembeli.

“Kalau pas naik, pembeli berkurang karena harga mahal. Begitu turun, pembeli masih jarang karena dipikir harga masih tinggi. Begitu tahu harga turun, besoknya sudah naik lagi,” keluh pedagang ayam potong Pasar Ampel, Boyolali, Maryati, 36, Kamis.

Menurutnya, pada Selasa (25/8/2015) harga turun dari Rp34.000 menjadi Rp30.000 per kilogram. Namun pada Rabu (26/8/2015) malam, harga kembali merangkak naik menjadi Rp33.000 per kilogram.

“Mungkin karena barang-barang lain juga pada naik, jadi iya konsumsi ayamnya berkurang. Padahal kemarin-kemarin sempat sulit stok karena banyak dicari,” imbuh dia.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif