Masalah sampah Wonogiri terkendala dengan keterbatasan tenaga dan alat.
Solopos.com, WONOGIRI — Pemerintah Kabupaten Wonogiri belum bisa maksimal mengelola sampah. Kendalanya karena keterbatasan tenaga dan alat.
Saat ini, Pemkab baru bisa mengelola 79% dari total sampah yang dibuang masyarakat. Volume sampah per hari di 25 kecamatan di Wonogiri mencapai 413 meter kubik (m3) tetapi yang terangkut atau dikelola sebanyak 334 m3.
Pada Lebaran pertengahan Juli mendatang, volume sampah diperkirakan naik 10% dibanding hari biasa. Akibatnya, petugas pemungut sampah kerja lembur.
Pada Lebaran pertengahan Juli mendatang, volume sampah diperkirakan naik 10% dibanding hari biasa. Akibatnya, petugas pemungut sampah kerja lembur.
“Belum semua sampah bisa terangkut karena terbatasnya personel. Dengan 160 petugas pengangkut sampah yang tersebar di 25 kecamatan, baru 79% volume sampah yang terangkut ke tempat pembuangan akhir [TPA],” jelas Kepala Bidang (Kabid) Kebersihan dan Pertamanan Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Wonogiri, Toto Prasojo, mewakili Kepala DPU Wonogiri, Sri Kuncoro, saat ditemui Solopos.com di kantornya, Kamis (2/7/2015).
Di Wonogiri ada lima TPA yakni di Ngadirojo, Slogohimo, Purwantoro, Baturetno, dan Pracimantoro. Selain personel, kebutuhan mendesak lainnya adalah armada pengangkut sampah.
Toto menjelaskan TPA Pracimantoro akan dipindahkan karena lokasi TPA berada di kawasan karst. TPA Pracimantoro akan dipindah ke Kecamatan Wuryantoro. Di Wuryantoro, baru ada lahan seluas 7.000 meter persegi (m2).
Pracimantoro berpotensi menjadi daerah segitiga emas jalur wisata dari Gunungkidul, DIY dan Pacitan, Jatim. Dia berharap masyarakat Pracimantoro membangun tempat penampungan sampah (TPS) atau TPST (tempat penampungan sampah terpadu).
“Pengelolaan TPS dilakukan pemerintah sedangkan TPST dikelola masyarakat. Di TPST, masyarakat bisa mengelola, memilah, mendaur ulang, dan mengolahnya menjadi pupuk kompos,” ujar dia.
Toto meminta saat Lebaran nanti pemudik tidak membuang sampah di sembarang tempat. Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, para pemudik masih cenderung jorok dan membuang sampah seenaknya di jalur yang dilintasi.
“Pemudik terbiasa membuang sampah di pinggir jalan sembari melintas padahal di pinggir jalan sudah ada tempat sampah. Lebih baik berhenti sebentar sembari melepas penat daripada melempar sampah dari balik kaca jendela,” jelas Toto.
Warga Giriwoyo, Wasis Nugroho, berharap ada perda yang memuat sanksi bagi orang yang membuang sampah disembarang tempat. “Masyarakat bisa menangkap si pembuang sampah dan melaporkan ke instansi terkait untuk diberi sanksi,” kata dia.