News
Jumat, 1 Juni 2012 - 11:49 WIB

PENGHEMATAN ENERGI: Pak SBY, Lihatlah Tuktuk Itu!

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - TUKTUK -- Sebuah tuktuk, kendaraan umum khas Thailand. Selain menggunakan mesin bensin, banyak pula tuktuk yang sudah dilengkapi mesin listrik dengan tenaga baterai aki atau mesin berbahan bakar gas. (epuzzled.net)

TUKTUK -- Sebuah tuktuk, kendaraan umum khas Thailand. Selain menggunakan mesin bensin, banyak pula tuktuk yang sudah dilengkapi mesin listrik dengan tenaga baterai aki atau mesin berbahan bakar gas. (epuzzled.net)

Sejak kemarin, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memulai kunjungan kerja tiga harinya ke Bangkok dan Singapura.
Advertisement

Perhelatan Forum Ekonomi Dunia wilayah Asia Timur menjadi tujuan dari kunjungan ke kota tersebut. Dalam forum itu, SBY menjadi salah satu pembicara kunci dalam sesi panel pembuka bersama dengan PM Vietnam Nguyen Tan Dung, PM Thailand Yingluck Shinawatra, dan PM Laos Thongsing Thammavong.

Ada tema-tema besar soal masa depan kawasan ASEAN yang dibahas oleh keempat pemimpin itu, terutama tentang konektifitas ASEAN sebagai kawasan ekonomi, politik, budaya dan komunitas yang yang ingin sejahtera secara bersama-sama. Ketahanan energi menjadi salah satu tema yang sempat disinggung oleh Presiden Yudhoyono dalam sesi presentasinya untuk menjabarkan arah dari konektifitas ASEAN sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi baru. Ketersediaan energi dianggap sebagai salah satu kunci pertumbuhan ekonomi kawasan dan setiap negara.

Advertisement

Ada tema-tema besar soal masa depan kawasan ASEAN yang dibahas oleh keempat pemimpin itu, terutama tentang konektifitas ASEAN sebagai kawasan ekonomi, politik, budaya dan komunitas yang yang ingin sejahtera secara bersama-sama. Ketahanan energi menjadi salah satu tema yang sempat disinggung oleh Presiden Yudhoyono dalam sesi presentasinya untuk menjabarkan arah dari konektifitas ASEAN sebagai kawasan pertumbuhan ekonomi baru. Ketersediaan energi dianggap sebagai salah satu kunci pertumbuhan ekonomi kawasan dan setiap negara.

Pembahasan soal ketahanan energi ini tentu sangat relevans bagi Presiden karena baru saja Selasa malam lalu menyampaikan pidato tentang lima kebijakan dan tindakan untuk implementasi gerakan nasional penghematan BBM dan Listrik. Adapun poin keempat dari kebijakan yang disampaikan Presiden Yudhoyono pada malam itu menyangkut program konversi BBM kepada Bahan Bakar Gas (BBG) untuk transportasi. Program konversi BBM kepada BBG ini dijadikan sebagai program utama nasional bagi upaya mengurangi ketergantungan pada BBM di sektor transportasi.

Saat menikmati suasana malam di Bangkok di sela-sela mengikuti kunjungan Kepala Negara, tuktuk, kendaraan tradisional khas kota itu yang menyerupai bajaj menarik perhatian saya. Kendaraan unik yang merajai jalan dan gang sempit di Bangkok itu ternyata telah terlebih dahulu terbiasa menggunakan BBG.

Advertisement

Presiden Yudhoyono dan Hatta, dua tokoh politik yang paling gencar merancang program konversi energi itu sedari awal mestinya terinspirasi oleh tuktuk yang sudah membudayakan BBG jauh sebelum Presiden memaksakan konversi bahan bakar kendaraan di Indonesia.

Bagi Bangkok, pemakaian BBG bukan hanya monopoli Tuktuk, tapi taksinya pun sudah banyak yang menggunakan bahan bakar pengganti yang lebih ramah lingkungan tersebut. Saya membayangkan bajaj dan kendaraan umum di Jakarta mulai terbiasa dengan konsumsi BBG. Hal ini tidak saja membantu program efesiensi dari sistem transportasi perkotaan, tapi juga memberikan harapan yang lebih sehat terhadap lingkungan ibukota.

Sesungguhnya, BBG juga bukan hal baru bagi taksi di Jakarta- bahkan bagi bajaj sekalipun. Sejumlah taksi dan bajaj generasi terbaru di Ibukota sudah diprogram untuk memakai BBG. Hanya saja langkah ini tersendat dan tidak mulus berjalan. Dengan adanya momentum pidato Presiden soal kebijakan penghematan energi dan listrik pada Selasa malam itu, semestinya program BBG bagi kendaraan di Jakarta menjadi lebih terarah.

Advertisement

Program konversi BBM kepada BBG jangan hanya menjadi perilaku sesaat karena terdesak oleh dampak harga minyak mentah yang membubung. Akan tetapi semestinya menjadi kebijakan energi alternatif yang menjadi visi dalam pengembangan solusi beragam pilihan energi bagi sistem transportasi di Indonesia.

Tuktuk membuktikan budaya memakai BBG bukan pilihan yang sulit tapi pilihan yang didasari oleh kesadaran dan memiliki dasar logika yang benar secara ekonomi. Konon, pemakaian BBG oleh taksi dan tuktuk di Bangkok menjadi salah satu pendorong untuk membuat biaya operasional kedua alat transportasi itu menjadi lebih murah dan tentu saja lebih ramah lingkungan.

Semoga saja, SBY dan Hatta tahu atau setidaknya mencari tahu bahwa tuktuk di Bangkok telah terbiasa memakai BBG. Dengan begitu, kalau program konversi BBM kepada BBG di Jakarta gagal pada kemudian hari, tentu kita layak malu dengan tuktuk yang terlihat cantik berseliweran membelah jalanan Bangkok.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif