Soloraya
Minggu, 15 Mei 2011 - 17:23 WIB

Tanah bergetar, warga pun langsung pukul tiang listrik...

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - SELAMATKAN DIRI -- Warga Desa Cepokosawit, Sawit, Boyolali, berlarian menyelamatkan diri dalam simulasi penanganan bencana alam gempa bumi, Minggu (15/5). (JIBI/SOLOPOS/Ahmad Mufid Aryono)

Aktivitas warga Desa Cepokosawit, Kecamatan Sawit, Boyolali, Minggu (15/4), tiba-tiba dibuyarkan oleh guncangan tanah. Warga setempat yang punya pengalaman buruk dengan bencana gempa bumi 27 Mei, lima tahun silam pun langsung berhamburan keluar. Suara kentongan, sirine dan pukulan di tiang listrik mengagetkan para warga. Seketika itu, “gempa” yang berkekuatan 7 SR meluluhlantakkan Desa Cepokosawit.

SELAMATKAN DIRI -- Warga Desa Cepokosawit, Sawit, Boyolali, berlarian menyelamatkan diri dalam simulasi penanganan bencana alam gempa bumi, Minggu (15/5). (JIBI/SOLOPOS/Ahmad Mufid Aryono)

Advertisement
Warga yang tak mengira ada kejadian itu pun berupaya menyelamatkan diri. Bahkan akibat guncangan “gempa” itu, warga juga masih merasakan adanya gempa susulan hingga empat kali. Teriakan warga diiringi isak tangis anak menyambut kepanikan warga akibat “gempa” itu. Bahkan, ada beberapa korban dalam peristiwa itu. Tercatat ada dua orang tewas dan 13 orang mengalami luka, baik luka berat maupun ringan.

Syukurlah, ini bukan peristiwa sungguhan. Ini hanyalah gambaran dalam penanganan korban dan pengurangan risiko bencana gempa bumi yang digelar International Organization Migration (IOM) bekerjasama dengan Java Reconstruction Fund dan Palang Merah Indonesia (PMI) Cabang Boyolali.

Dalam penanganan bencana itu, ratusan warga dikumpulkan di tanah lapang di Dukuh Satriyan, Desa Cepokosawit, yang telah disiapkan tiga tenda besar untuk menampung para warga. Selain itu, tim juga menyiapkan satu tenda untuk menampung para korban luka. Sedang, di tenda lainnya, anggota tim penanganan bencana juga memberikan trauma healing bagi anak-anak korban bencana gempa bumi. Anak-anak diajak untuk bermain untuk mengurangi rasa trauma yang dirasakan anak-anak setelah gempa terjadi.

Advertisement

Sementara, salah seorang warga Cepokosawit, Kamtinah,70, mengaku dirinya bisa mengerti langkah-langkah yang harus dilakukan saat terjadi bencana gempa bumi, seperti pada bulan Mei 2006 silam. Menurut Kamtinah, simulasi itu sangat baik dilakukan, karena warga yang sebagian awam dalam penanganan bencana, bisa mengetahui langkah-langkah dan tindakan yang harus dilakukan.

Disaster Risk Reductin Field Supervisor IOM Jogjakarta, Yohan Rahmat Santosa mengatakan kegiatan simulasi ini mencakup kesiagaan tim yang meliputi peringatan dini, evakuasi, serta koordinasi tanggap darurat. “Kesiagaan juga termasuk logistik, dapur umum, pengolahan data dan informasi keamanan desa dengan selalu berkoordinasi baik dari tingkat desa sampai kabupaten,” ujarnya.

Terpisah, Kades Cepokosawit Slamet Raharjo mengatakan di wilayahnya perlu dilakukan simulasi penanganan dan pengurangan risiko bencana, karena melihat peristiwa bencana gempa bumi lima tahun silam. Saat itu, menurut Slamet, dari 12 dukuh di wilayahnya, ada tiga dukuh yang mengalami kerusakan parah. “Tiga dukuh itu yakni Dukuh Satriyan, Kenteng dan Cepokosawit. Saat ini ada 154 kepala keluarga (KK) dengan jumlah jiwa mencapai sekitar 461 jiwa,” paparnya.

Advertisement

Slamet menambahkan saat bencana gempa itu terjadi ada dua orang yang meninggal dunia dan dua orang luka parah dan kini mengalami cacat permanen. Dengan adanya simulasi itu, jelas Slamet, diharapkan warga sudah bisa mengetahui proses mitigasi bencana, termasuk dalam setiap penanganan bencana gempa bumi.

Oleh: Ahmad Mufid Aryono

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif