Soloraya
Sabtu, 13 Februari 2010 - 08:50 WIB

Perahu gethek masih tetap bertahan

Redaksi Solopos.com  /  Indah Septiyaning Wardani  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi


Karanganyar (Espos)–
Alat tansportasi berupa perahu tambang atau gethek yang ada di Kecamatan Kebakkramat, khususnya di Desa yang terletak di bibir sungai Bengawan Solo hingga kini masih tetap bertahan.

Meski tidak banyak warga yang memanfaatkannya, namun perahu gethek ini masih digunakan sebagai jalur alternatif bagi warga seberang yang ingin emnghemat waktu dan biaya.

Advertisement

Cukup Rp 1.000 per orang, Domo, pemilik perahu itu bersedia menyeberangkannya. “Untuk sepeda motor Rp 2.000,” katanya saat dijumpai Espos Jumat (12/2).

Rata-rata per hari, ia mampu mendapatkan 30 orang yang menggunakan jasanya. Jumlah ini terbilang kecil, pasalnya saat musim kemarau tiba, orang yang menyeberang dengan perahu ini mampu mencapai 80 orang per hari.

“Kalau musim hujan begini, jalanan kan becek, licin, jadi warga jarang yang lewat. Kalaupun ada, itu kepepet, katanya.

Advertisement

Warga yang memanfatkan perahu gethek itu biasanya adalah para pedagang dari gondangrejo yang ingin ke Kebakkramat dan sekitarnya. “Lewat sini jelas lebih hemat dan cepat, cuma Rp 2.000. Bila lewat jembatan kan mesti memutar ke Mojosongo,” terangnya.

Ia menceritakan, dulu saat kampung seberang belum ada sekolah, banyak siswa yang memanfaatkan perahunya itu untuk bersekolah ke Kebakkramat dan sekitarnya.

Pria yag berumur sekitar 50-an tahun ini tengah menganyam bambu di pinggir sungai untuk dijadikan alas perahunya. Ia baru saja membeli perahu bekas untuk menggantikan perahu lamanya yang telah lapuk. “Ini (anyaman) untuk dasaran, biar enak yang lewat,” jelasnya.

Advertisement

Perahu yang biasa dipoerasikan Domo ini biasa warga menyebut gethek, karena alat untuk menggerakkan perahu itu yakni sebilah bambu yang panjang. Namuna ada juga yang menyebutnya perahu tambang.

Menurut Domo, ini karena perahu itu saat berlabuh diikat menggunakan tambang. “Tambang ini dipakai agar saat air melimpah, perahunya tidak terbawa arus,” jelasnya.

Domo beserta dua rekannya secara bergantian mengoperasikan perahu ini masing-masing lima hari. “Cuma ini saya bisa mendapatkan hasil, tidak punya sawah, ” katanya. Di Kebakkramat, kini masih ada sekitar empat titik penyeberangan yang masih menggunakan perahu gethek.

m86

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif